Membenarkan Pedofilia Muhammad
Ketika saya menekuni studi mengenai Arab pra Islam, saya tidak pernah menemukan insiden seorang pria tua menikahi anak-anak. Orang Arab biasa menjodohkan anak-anak mereka saat masih kecil. Anak-anak itu berusia sebaya. Pernikahan yang sesungguhnya terjadi ketika anak-anak itu telah dewasa. Praktik pria tua menikahi anak-anak dimulai oleh Muhammad, yang dipandang orang Muslim sebagai teladan terbaik untuk diikuti.
Segelintir orang Muslim merasa malu dengan adanya fakta bahwa nabi mereka berhubungan seks dengan seorang anak ketika ia telah berusia 53 tahun. Namun demikian, alih-alih meninggalkannya, mereka berbohong mengenai usia Aisha dan berusaha keras untuk membuktikan bahwa ia sudah berusia (sedikit) lebih tua seperti yang dikatakannya dalam banyak hadith. Yang lainnya sangat tidak punya malu sehingga mereka bahkan tidak berusaha melakukan pendekatan itu, namun tetap membenarkan pedofilia nabi mereka.
Muhammad melakukan banyak kejahatan yang mengerikan. Mungkin yang paling menjijikkan dan memalukan adalah relasi pedofilnya dengan seorang anak berusia 9 tahun. Tidak ada seorangpun yang waras – jika ia memang pantas disebut manusia – yang akan membenarkan, mengijinkan dan merasionalisasikan kejahatan seperti itu. Sedihnya, orang Muslim telah membuang kemanusiaan mereka. Tidak ada lagi jejak kemanusiaan yang tersisa dalam diri mereka. Mereka berpenampilan, berbicara, makan dan buang air seperti orang lain. Namun mereka tidak punya nurani. Itulah yang membedakan manusia dengan makhluk rendah lainnya seperti reptil dan serangga.
Pembenaran mereka atas kejahatan nabi mereka ini menunjukkan kedalaman kebobrokan mereka. Ketika ada orang-orang yang membela seorang pedofil sesungguhnya mereka sedang membuktikan pada dunia betapa mereka adalah binatang buas yang keji. Seseorang telah menulis sebuah buku yang mengumpulkan semua yang dikatakan orang Muslim mengenai hal ini.
1. Apakah Tujuan Mengkritik Pernikahan Anak-anak Perempuan Atau Merusak Gambaran Mengenai Muhammad? …
Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa manusia menjijikkan ini tidak bermoral, sesat, dan tidak waras dan ia bukanlah manusia sempurna dan teladan terbaik seperti yang ia klaim. Orang seperti itu tentu bukanlah nabi Tuhan. Tindakan-tindakannya bersifat demonis dan jahat. Ia harus dihukum dan bukan diteladani.
2. Jika pernikahan seperti itu adalah hal yang tidak lazim, lalu mengapa orang-orang Quraysh yang tidak beriman itu tidak menggunakannya sebagai acuan untuk menentang Muhammad?
Tidaklah normal bagi seorang pria dewasa mempunyai perasaan-perasaan seksual terhadap seorang anak, kecuali ia adalah seorang pedofil, demikian pula tidak mungkin seorang heteroseksual mempunyai perasaan seksual terhadap sesama pria kecuali ia adalah seorang homoseksual. Ini bukan soal moralitas atau budaya. Ini soal gangguan mental. Hanya pedofil yang dapat terangsang melihat anak kecil.
Ketika saya menekuni studi mengenai Arab pra Islam, saya tidak pernah menemukan insiden seorang pria tua menikahi anak-anak. Orang Arab biasa menjodohkan anak-anak mereka saat masih kecil. Anak-anak itu berusia sebaya. Pernikahan yang sesungguhnya terjadi ketika anak-anak itu telah dewasa. Praktik pria tua menikahi anak-anak dimulai oleh Muhammad, yang dipandang orang Muslim sebagai teladan terbaik untuk diikuti.
Lebih jauh lagi, jika kita berasumsi bahwa ini adalah praktik Arab kuno, apakah ini baik? Praktik ini sudah tentu adalah perbuatan yang menjijikkan. Seorang anak tidak mempunyai kapasitas mental untuk menentukan masa depannya sendiri, dan memaksanya menikahi seseorang yang bukan pilihannya adalah sebuah pelecehan terhadap hak azasinya, terutama jika orang itu sangat pantas untuk menjadi kakeknya. Saya bahkan tidak ingin membicarakan kerusakan yang akan terjadi pada tubuh anak perempuan itu karena orang yang waras pun pasti sudah mengetahuinya. Pertanyaannya adalah mengapa alih-alih mengutuk pratik keji ini Muhammad malah melakukannya? Dengan demikian ia membuat praktik keji tersebut menjadi sunnah bagi para pengikutnya yang sudah mati dan gelap otaknya. Seperti zombi (mayat hidup), orang Muslim melakukan apa yang dilakukan Muhammad. Tidak ada orang yang cerdas di antara mereka. Apapun yang ia lakukan, tak peduli sekejam apapun, mereka akan melakukannya. Mereka bahkan minum air kencing unta karena Muhammad melakukannya. Jika seseorang menjadi Muslim, otaknya hilang. Ia bukan manusia lagi.
3. Apakah mereka tahu batas usia untuk menikah dalam Yudaisme?
Kita sedang membicarakan pernikahan pria tua dengan anak-anak. Banyak budaya menikahkan anak-anak mereka yang masih berusia muda. Gandhi menikahi istrinya ketika mereka berdua berusia 10 tahun. Pernikahan-pernikahan seperti itu dimaksudkan agar pasangan itu bertumbuh bersama dan membentuk semacam ikatan. Ini adalah keyakinan kuno yang menggelikan, dan tidak ada hubungannya dengan pedofilia yang disahkan Muhammad.
4. Eropa juga mengijinkan Menikahi Gadis-gadis Muda!
Usia minimal yang sah untuk menikah di seluruh negara Eropa adalah 18 tahun. Hanya ada 2 negara yang mengijinkan usia minimum 16 tahun, yaitu Albania dan Malta. Kedua negara itu sangat dipengaruhi budaya Islam. Sekali lagi, kita sedang berbicara mengenai hubungan seksual pria tua dengan seorang anak. Ini tidak sama dengan dua orang remaja yang saling mencintai dan berpacaran. Itu sesuatu yang normal bagi remaja. Tetapi tidak normal bagi seorang pria berusia 50 tahun bernafsu pada anak berusia 6 tahun.
5. Usia Yang Diperbolehkan Di Banyak Negara Di Seluruh Dunia!
Usia yang diperbolehkan di seluruh dunia berkisar antara 18 – 21 tahun dengan beberapa pengecualian yang mengijinkan usia minimum 16 tahun.
http://en.wikipedia.org/wiki/Marriageable_age
6. Apakah Logis Menghakimi Sebuah Kasus Pernikahan Yang Terjadi sebelum 1400 Tahun lalu Dengan Menggunakan Hukum Abad Pertama?
Ya, itu sangat logis. Jika kita tidak diperbolehkan untuk membuat penilaian seperti itu maka kita tidak dapat menghakimi kejahatan tokoh sejarah manapun. Orang yang tidak mampu mengetahui bahwa perbuatan ini jahat tidak pantas disebut seorang yang rasional.
Tambahan lagi, ini bukan soal masa lalu. Orang Muslim memandang Muhammad sebagai teladan terbaik untuk ditiru sepanjang masa. Jadi, anak-anak diperkosa di seluruh negara Islam setiap hari pada abad 21 karena Muhammad melakukannya pada abad ke-6.
7. Para Pengantin Wanita di Afrika Berusia Tidak Lebih Dari 10 Tahun.
Tidak benar. Perhatikan tautan di atas. Orang Muslim melakukannya dengan melanggar hukum dan dapat meloloskan diri.
8. Praktik itu Bukan Untuk Memuaskan Hasrat.
Itu adalah argumen terbodoh. Memangnya menikah itu untuk apa? Jika idenya adalah untuk membuat aliansi dengan suku-suku yang kejam, seperti yang dikatakan orang Muslim, bukankah itu berarti anak-anak digunakan sebagai senjata politik? Bagaimana dengan hak-haknya? Mengapa tidak menikahi wanita dewasa? Lebih jauh lagi, Abu Bakr sudah menjadi pengikut setia Muhammad. Ia tidak perlu memperkosa anak perempuan orang itu agar dapat bersahabat dengannya. Abu Bakr adalah seorang penganut bidat yang sudah mati otaknya. Si bodoh itu mengijinkan Muhammad memperkosa putrinya karena ia tamak ingin pergi ke firdaus dan meniduri 72 perawan. Mereka berdua kini berada di neraka dan setan-setan menjahati mereka. Orang Muslim yang membela praktik Muhammad juga akan bergabung dengan mereka berdua di neraka.
9. Tidaklah logis jika membandingkan gadis Amerika atau Barat abad 21 dengan gadis Arab di Timur 1400 tahun lalu.
Fisiologi manusia tidak berubah selama jutaan tahun terakhir. Fetus manusia (janin) bertumbuh dewasa/menjadi matang dalam 9 bulan apapun ras dan iklimnya, dan semua anak perempuan menjadi puber kira-kira ketika ia berusia 13 tahun. Angka-angka ini tidak berubah dalam 2 juta tahun terakhir. Seorang anak berusia 9 tahun masih disebut kanak-kanak di Afrika, di Alaska, atau di Arab. Aisha meriwayatkan walaupun bermain dengan boneka dilarang dalam Islam, Muhammad tidak keberatan jika ia bermain dengan boneka-bonekanya karena ia belum mencapai usia puber ketika “nabi” membawanya ke ranjangnya. Ia sedang bermain dengan boneka-bonekanya dan Muhammad ingin berhubungan seks dengannya.
Orang Muslim mengetahui hal ini, tetapi terus membela orang yang sakit jiwa itu dan ironinya adalah mereka menuntut penghormatan. Tidak! Kalian tidak pantas menerimanya. Babi lebih layak dihormati daripada siapapun yang mengikuti seorang pedofil yang gila.
http://alisina.org/?p=5076
Baca artikel lainnya: Wahyu ALLAH hanya turun di ranjang Aisyah
sumber: http://buktidansaksi.com/blogs/2114/2015/05/Membenarkan-Pedofilia-Muhammad-
Merasionalkan Pedofilia Dalam Islam
Bersikap sabar menghadapi perilaku anak yang masih kecil?
Di awal bulan ini kita melihat – atau lebih tepatnya, sekali lagi diingatkan – bahwa Islam mengijinkan pedofilia dengan kedok “pernikahan”: Ulama terkenal Saudi Arabia, Dr. Salih bin Fawzan, mengusulkan sebuah fatwa yang menegaskan bahwa, tak ada usia minimum bagi para gadis untuk menikah,”bahkan meskipun mereka itu masih bayi,” dan bahwa satu-satunya kriteria, apakah mereka boleh menikah atau tidak adalah, “Apakah mereka sudah siap untuk dibaringkan dibawah pria yang menjadi suaminya, dan sanggup menanggung beban tubuh suaminya itu.”
Sementara praktek ini berbicara untuk dirinya sendiri, adalah hal yang menarik saat menyaksikan betapa banyak orang-orang Muslim yang membenarkan atau merasionalkan fatwa itu – atau bahkan menganggapnya sebagai sebuah sumber kebanggaan.
Sebagai contoh, perhatikan bagaimana ulama Muslim ini mendiskusikan pernikahan Muhammad dengan seorang anak kecil yaitu Aisyah, ketika Aisyah masih berusia 9 tahun. Bukannya merasa malu, ulama ini justru menggunakan kisah ini untuk membanggakan ‘kesabaran’ dan ‘kemurahan’ nabi. Terjemahan yang relevan adalah sbb:
Kisah bagaimana nabi menikahi Aisyah memperlihatkan pada kita aspek-aspek seperti, bagaimana nabi memperlakukan Aisyah, dan lebih penting lagi adalah aspek mengenai relasi antara suami dan isteri, untuk memperlihatkan bagaimana seseorang seharusnya memperlakukan isterinya, sama seperti yang dilakukan nabi kepada Aisyah.
Kita tahu bahwa ibunya Aisyah, menurunkan Aisyah yang tengah main ayunan, membawanya masuk ke dalam rumah, kemudian mendandani rambutnya dan mempersiapkannya untuk nabi, sehingga nabi bisa memasukinya (berhubungan seks dengannya) – dan semuanya itu ia lakukan pada hari yang sama.
Kisah yang disampaikan sendiri oleh Aisyah dalam Sahih Bukhari memberikan informasi pada kita, bagaimana ia membicarakan mengenai ibunya yang dengan tergesa-gesa mempersiapkannya dan kemudian ‘menyerahkannya’ kepada Muhammad, dan bagaimana Aisyah berkata,”tak ada yang lebih mengejutkanku daripada kedatangan Rasul Allah yang menemuiku sore itu.”
Ulama itu meneruskan:
Jadi bisa anda lihat, Aisyah sedang bermain-main dengan teman-temannya meskipun hari itu adalah hari yang sama dimana ia akan dibawa kepada nabi – dan setelah itu mereka bisa mempersiapkannya untuk nabi, sehingga nabi bisa berhubungan seks dengannya.
Sekarang, apa yang dapat kita lihat saat nabi menikahi Aisyah? Apakah ia pergi menemui Aisyah dan berkata “Nah ini dia, engkau telah menikah, sekarang engkau adalah seorang yang sudah besar, seharusnya engkau bersikap sebagai seorang wanita dewasa, engkau perlu melakukan ini dan itu; engkau harus melupakan boneka-bonekamu dan teman-teman seusiamu; engkau sekarang adalah seorang isteri dari seorang pria, engkau harus memperhatikan kebutuhanku, dan itulah kewajibanmu?
Tidak! (kata ulama itu). Nabi mengijinkannya untuk terus bermain dengan bonekanya – bahkan, nabi kadang-kadang memberinya sesuatu untuk bisa ia mainkan [hadis ini mempunyai detail-detail yang lebih banyak, termasuk bagaimana teman-teman Aisyah yang masih kecil akan “bersembunyi” ketika nabi mengunjunginya, hingga akhirnya nabi memanggil mereka untuk keluar dari tempat persembunyian.]
Perlu dicatat bahwa ulama ini mengutip hadis di atas dengan perasaan takjub – seolah-oleh hendak mengatakan,”Lihat, betapa toleran dan terbukanya pemikiran nabi kita!”
Pada kenyataannya, seluruh poin yang hendak disampaikan oleh ulama ini adalah, untuk memperlihatkan bahwa Islam, berdasarkan contoh yang diberikan oleh Muhammad, mengharapkan supaya suami-suami yang lebih tua bersikap sabar terhadap isteri-isteri mereka yang masih muda: “Suami yang lebih tua seharusnya tidak menuntut isterinya yang masih muda untuk berada pada tingkat kedewasaan yang sama dengan dirinya; sebaliknya, si suami seharusnya menurunkan levelnya, sebab ia sanggup melakukannya sementara isterinya itu tidak sanggup menaikkan levelnya.”
Sebagai “pria sejati” seolah-olah kedengarannya benar demikian, ini adalah contoh lain bagaimana para sarjana Muslim melihat gaya hidup Muhammad: sebab mereka tidak bisa mengecam atau mengabaikan praktek yang ia lakukan, sebaliknya yang dapat mereka lakukan adalah berusaha merasionalkan atau membenarkan apa yang diperbuat oleh nabi mereka – untuk menemukan hal yang baik dari setiap situasi yang melibatkan nabi mereka, tanpa menyadari setiap implikasi jelek dari perilaku nabinya itu.
Jadi, di sini kita menemukan seorang ulama Muslim yang berusaha keras untuk menemukan sebuah aspek positif dari perilaku pedofilia Muhammad – bahwa ia itu seorang yang sabar dan bersikap toleran pada isterinya yang masih dibawah umur itu – sementara pada saat yang sama, ulama Muslim ini mengabaikan inti dari apa yang diperbuat oleh Muhammad: bahwa kisah ini pada awalnya sesungguhnya dibangun di sekitar hasrat untuk menikmati hubungan seks dengan seorang anak yang masih kecil.
Oleh: Raymond Ibrahim Jihad Watch 29 July 2011
No comments:
Post a Comment