purchase books written by me.

purchase books written by me.
harga buku Rp. 21.000,- atau US$ 7.00

Sunday, July 31, 2016

Ceramah Muhammad di Mekkah (8 Hijriah) - mamad memberikan gelar2 dari setan (asmaul husna) buat olo

Ceramah Muhammad di Mekkah (8 Hijriah)

Menurut Quran, Allah adalah Khairul Makirin (“Penipu Daya Terbesar” … oleh Depag terjemahannya diplintir menjadi: “Sebesar-besar pembalas tipu daya). Semua ini bukanlah kualitas-kualitas ilahi. Alkitab mengatakan Satan adalah Yang Sombong, Penipu, Pemberi Maut, Penghina dan Yang Merendahkan. Muhammad memberikan atribut-atribut satanis kepada Allah. Bagaimana Tuhan dapat menjadi penipu? Mungkin Allahnya Muhammad bukanlah Tuhan atau ia telah menghujat Tuhan. Salah satu nama Allah, menurut Muhammad, adalah Al-Warith (Sang Pewaris). Jika Tuhan adalah pemilik segala sesuatu, bagaimana Ia dapat mewarisi apa yang telah Ia miliki? Sudah jelas bahwa Allahnya Muhammad bukanlah Tuhan dan Islam adalah kafir besar.
 
Kemudian ia berdiri di pintu Ka’ba dan masyarakat berkumpul untuk mendengarkannya. Ia berkata, “Tidak ada Tuhan selain Allah. Ia tidak dipersekutukan. Ia telah menepati janji-Nya dan menolong hamba-Nya. Ia telah menceraiberaikan pasukan Konfederasi. Wahai orang Quraysh, Allah telah menyingkirkan darimu kebobrokan penyembahan berhala dan pemujaan terhadap leluhur. Manusia berasal dari Adam dan Adam berasal dari debu”. 
Memang orang Arab sama seperti orang Hindu yang adalah penyembah berhala. Para berhala itu adalah representasi fisik dari ilah-ilah mereka. Patung-patung itu adalah avatar, sama seperti foto orang yang kita kasihi. Fakta bahwa Muhammad tidak dapat memahami simbolisasi ini mengatakan kepada kita betapa dangkalnya pemahaman yang ia miliki. Hendaknya kita tidak keliru antara kelicikan dengan pencerahan. Beberapa binatang, seperti rubah, terkenal dengan kelicikannya, tetapi itu tidak berarti mereka adalah binatang yang cerdas. Muhammad adalah sosok yang sangat dipengaruhi takhayul. Pada saat yang sama ia sangat perhitungan dan licik. 
Saat ia menghancurkan patung-patung itu, ia mencium batu hitam. Ironi ini tidak luput dari perhatian Umar yang selama pemerintahannya, datang ke Mekkah dan berkata kepada batu hitam itu, “Demi Allah! Aku tahu engkau hanyalah sebuah batu dan tidak dapat mendatangkan keuntungan maupun kerugian. Jika aku tidak melihat nabi menyentuh (dan mencium) mu, aku tidak akan pernah menyentuh (dan mencium) mu”.[1]
Muhammad mengklaim bahwa Allah tidak mempunyai sekutu. Namun ia memperjelas bahwa tidak seorangpun dapat menyembah Allah tanpa menerimanya sebagai utusan-Nya. Orang tidak dapat menjadi orang beriman kecuali ia menerima persekutuan Allah dengan utusan-Nya. Quran penuh dengan perintah bagi orang beriman untuk mengasihi Allah dan utusan-Nya, menaati Allah dan utusan-Nya, takut kepada Allah dan utusan-Nya, menjarah dan membawa seperlima rampasan perang untuk Allah dan utusan-Nya, dan lain-lain. Pada Hari Penghakiman, ia mengklaim ia akan duduk di sebelah Allah dan bersyafaat bagi orang-orang beriman. Dengan kata lain, ia akan bertindak sebagai penasihat Allah, menginstruksikan Yang Maha Kuasa bagaimana melakukan pekerjaan-Nya, siapa yang harus dihukum dan siapa yang diberi pahala.
Dapatkah orang percaya kepada Allah dan tidak percaya kepada Muhammad? Menurut Muhammad, orang seperti itu masih menjadi kafir. Oleh karena itu, walaupun ia mengklaim bahwa Allah tidak mempunyai sekutu, ia meninggikan dirinya sendiri hingga kepada tingkatan mitra Allah, sehingga percaya kepada Allah tanpa memercayai mitra Allah, tidak dapat diterima.
Orang Muslim dapat mengkritik Allah dan masih hidup untuk melihat matahari terbit esok hari, seperti yang dilakukan seorang penyair Pakistan bernama Iqbal, tetapi tidak seorangpun dapat mengkritik Muhammad tanpa kehilangan kepalanya. Hukum penghujatan hanyalah soal melindungi Muhammad dari kritik. Anda dapat mengeluh tentang Allah tanpa rasa takut, tetapi jika anda mengkritik Muhammad, anda akan kehilangan nyawa anda.
Kufr atau kafir bukan hanya soal ketidakpercayaan. Kafir berarti menutupi kebenaran. Kafir adalah sinonim dari penghujatan; yang berarti memberi atribut palsu kepada Tuhan. Ada banyak kualitas/atribut palsu dan penuh hujatan yang Muhammad  berikan kepada Allah. Perhatikanlah ke-99 nama Allah. Di antaranya anda dapat menemukan Al-Mutakabbir (Yang Sombong), Al-Jabbar (Penguasa Tiran), Al-Qahhar (Sang Penunduk), Al-Khafid (Yang merendahkan) Al-Mudhell (Sang Penghina), Al-Mumit (Sang Pemberi Maut) Al-Muntaqim (Yang membalas Dendam), Ad-Darr (Pencipta hal yang mencelakakan/berbahaya). Semuanya adalah atribut-atribut Setan!
Menurut Quran, Allah adalah khairul Makirin (Penipu Daya Terbesar). Semua ini bukanlah kualitas-kualitas ilahi. Alkitab mengatakan Satan adalah Yang Sombong, Penipu, Pemberi Maut, Penghina dan Yang Merendahkan. Muhammad memberikan atribut-atribut satanis kepada Allah. Bagaimana Tuhan dapat menjadi penipu? Mungkin Allahnya Muhammad bukanlah Tuhan atau ia telah menghujat Tuhan. Salah satu nama Allah, menurut Muhammad, adalah Al-Warith (Sang Pewaris). Jika Tuhan adalah pemilik segala sesuatu, bagaimana Ia dapat mewarisi apa yang telah Ia miliki? Sudah jelas bahwa Allahnya Muhammad bukanlah Tuhan dan Islam adalah kafir besar.   
Mengenai kebobrokan paganisme, kita tidak mempunyai bukti tentang itu. Tetapi kita mempunyai bukti kebobrokan Muhammad. Para penyembah berhala mengijinkan beragam penganut keyakinan untuk mempraktikkan agama mereka masing-masing dengan bebas. Islam tidak. Pagan menghormati semua keyakinan, Muhammad menghabisi mereka semua. Ia mengatakan kepada para pengikutnya, “Kamu adalah kaum terbaik, sedangkan para Ahli Kitab tidak beriman dan banyak dari mereka adalah pendosa” (lihat Sura 3:110).
Ia mengatakan siapapun yang bukan Muslim akan masuk neraka dan mereka lebih buruk daripada binatang (Sura 98:6). Bukankah itu jahat dan bobrok? Ini adalah proyeksi psikologis. Ia memproyeksikan kebejatannya sendiri kepada orang lain. Jika ia bobrok, maka ia akan menuduh lawannya sebagai orang yang bobrok. Jika ia opresif dan tidak toleran, maka ia menggambarkan kedua kualitas itu kepada para musuhnya. Jika ia licik dan menipu, ia menyebut para musuhnya sebagai orang yang licik dan penipu.  
Menurut Muhammad, Allah itu mutakabbir (sombong). Mengapa ia memberi atribut jahat ini kepada Tuhan? Itu karena sesembahannya adalah proyeksi dirinya yang narsisistik. Dia adalah seorang penipu, penguasa tiran, sombong, penghina dan merendahkan orang lain. Allah adalah dirinya sendiri dalam mimpi basahnya. Kemudian ia berkata, “Wahai orang Quraysh, menurut kalian apa yang akan kulakukan pada kalian?” Ia telah mengatakan bahwa ia tidak akan menyakiti siapapun jika mereka menyerah tanpa perlawanan. Jadi apa maksudnya mengajukan pertanyaan seperti itu? Itu karena ia beranggapan ia tidak terikat pada perkataannya sendiri. Baginya perkataannya hanyalah angin lalu. Ia berdiri disana, merasa sangat bebas untuk melakukan apa yang ia sukai, tak peduli apa yang telah ia katakan kepada Abu Sufyan kemarin. Ia menunggu untuk mendengar jawaban mereka. Ini adalah saat paling berkemenangan dalam hidupnya dan ia ingin menikmati setiap detik. Ia mempunyai kekuasaan untuk membunuh atau membiarkan hidup. Hanya Tuhan yang mempunyai kekuasaan seperti itu dan sekarang ia merasa sudah menjadi Tuhan. “Engkau adalah saudara yang mulia, putra dari seorang saudara yang mulia”, jawab orang-orang. Setelah memuaskan jiwa kosongnya dengan asupan narsisistik, ia berkata, “Pergilah karena kalian adalah orang-orang yang telah dimerdekakan”. Orang-orang yang telah dimerdekakan? Mengapa bukan mengatakan orang-orang merdeka? Tabari mengatakan, “maka rasul membiarkan mereka pergi, walau Allah telah memberinya kuasa atas nyawa mereka dan mereka adalah rampasan perangnya. Olah karena hal ini orang-orang Mekkah disebut ‘orang-orang yang telah dimerdekakan’”.[2]
Orang-orang Mekkah tidak ditangkap dengan paksa. Abu Sufyan membuat perjanjian dengan Muhammad untuk menyerah, agar masyarakat tetap bebas, dan properti serta nyawa mereka tidak dirampas. Secara teknis, mereka tidak pernah menjadi budaknya sehingga ia memerdekakan mereka. Ini adalah cara Muhammad untuk menegakkan kekuasaannya atas mereka, menginjak kepala mereka ke tanah, dan meninggikan kebesarannya. Segala sesuatu yang Muhammad lakukan meneriakkan narsisisme. Kemudian ia duduk dan memerintahkan orang banyak itu untuk mendekat dan memberinya penghormatan. Umar menunjukkan cara orang bersikap di hadapan Muhammad. Mereka berbaris dan datang satu demi satu, berjanji untuk mendengar dan menaati Allah dan utusan-Nya. Pertama ia menerima para pria lalu para wanita. Ketika tiba giliran Hind, ia datang dengan berkerudung. Muhammad bertanya apakah wanita ini mau berjanji tidak mempersekutukan apapun dengan Allah. “Demi Tuhan, engkau memberi perintah kepada kami dan perintah itu tidak kau berikan kepada para pria, dan kami akan melaksanakannya”, ujarnya. “Dan engkau tidak boleh mencuri”, Muhammad memberi ajaran moral. “Aku biasa mengambil sedikit uang Abu Sufyan untuk mencukupi kebutuhan dan aku tidak tahu apakah itu haram atau tidak bagiku”. Abu Sufyan yang hadir disitu berkata tidak apa-apa. Kemudian Muhammad berkata, “Jadi engkau adalah Hind?” Jawabnya, “Ya! Ampunilah masa lalu agar Allah mengampunimu”. “Dan janganlah engkau berzinah”, nasihat Muhammad. “Apakah seorang wanita yang merdeka melakukan perzinahan, wahai rasul Allah?”, tanya Hind. “Dan engkau tidak boleh membunuh anak-anakmu”, ujar Muhammad. “Aku membesarkan mereka ketika mereka masih kecil dan engkau membunuh mereka pada perang Badr ketika mereka telah dewasa, jadi engkaulah orang yang tahu soal itu!”, kata Hind.   
Mendengar hal ini, Umar tertawa kecil. Ia berkata, “Engkau tidak boleh menciptakan kisah omong kosong ini”. Hind berkata, “Omong kosong dan ejekan adalah hal yang memalukan, tetapi kadangkala lebih baik mengabaikannya”. Semua ini tidak ada artinya. Yang ia inginkan hanyalah menegakkan otoritasnya. Maka ia berkata, “Engkau tidak boleh tidak menaatiku”. “Kami tidak akan ada disini jika kami ingin melawanmu”, jawab Hind. Muhammad kemudian memerintahkan Umar untuk menerima sumpah Hind.[3] Ia tidak menyambut tangan wanita dan juga tidak menyentuhnya. Agar terhindar dari berjabat tangan dengan wanita, ia mencelupkan tangannya ke dalam bejana berisi air lalu menariknya keluar, dan wanita yang hendak bersumpah setia kepadanya melakukan hal yang sama.[4]
Demikianlah wanita direndahkan martabatnya menjadi obyek seks semata. Kemanusiaannya dihilangkan dan ia (wanita) secara de fakto hanya menjadi vagina yang dapat berjalan dan berbicara, hingga berjabat tangan dengan wanita pun dianggap sebagai hubungan seksual. 
Tabari mengutip Waqidi yang mengatakan, “Dalam perjalanan ini nabi menikahi seorang gadis muda bernama Malika bint Dawood Laithi. Salah satu istri nabi menemuinya dan berkata, ‘Tidakkah engkau malu menikahi orang yang telah membunuh ayahmu?’ Maka ketika nabi menghampirinya, ia berteriak, ‘Aku mencari perlindungan Allah dari [orang seperti] engkau’. Lalu nabi menceraikannya. Ia masih muda dan cantik dan ayahnya terbunuh dalam penaklukkan Mekkah”.[5] Orang tentunya akan dipermalukan dengan pernikahan olok-olok seperti ini, tetapi gadis kecil itu bukanlah orang yang tepat. Orang yang seharusnya merasa malu sama sekali tidak mampu merasa malu. Bagaimana dengan para pengikutnya?


[1] Bukhari 2:26:675
[2] Tabari v. 3, h. 1190 Ibn Ishaq, h. 553
[3] Ibn Ishaq, h. 553
[4] Ibn Ishaq, h. 554
[5] Tabari 1193

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...