purchase books written by me.

purchase books written by me.
harga buku Rp. 21.000,- atau US$ 7.00

Tuesday, October 25, 2016

Lima hal utama paling ditakuti Islam

Lima hal utama paling ditakuti Islam

Oleh: Anand


Umat Muslim berperang melawan umat Hindu di India, melawan umat Budha di Myanmar dan China, melawan umat Kristen di Eropa, Amerika Utara, dll. Mereka juga berperang melawan bangsa Yahudi di Israel. Selain itu, mereka tak lupa saling berperang antar Muslim, terutama jika mereka adalah golongan mayoritas di negaranya. Contohnya, umat Muslim Sunni Pakistan telah menyelenggarakan pertumpahan darah untuk memerangi umat Muslim Syiah dan Ahmadiyah. Sekarang ini terjadi peperangan Muslim Baluch vs. Muslim Pashtun di Pakistan, Muslim Sunni vs Muslim Kurdi di Iraq dan Turki, dll.

Pada pokoknya, di seluruh dunia Muslim terjadi banyak pertentangan dan kekerasan. Apa sih alasannya? Kenapa kok tiada kedamaian di negara² dan masyarakat Islam?

Apakah alasan di belakang peperangan antar Muslim? Di Pakistan, Bangladesh, Afghanistan, Iraq, Libya, Syria, dll, mereka membunuhi bangsa mereka sendiri. Mengapa begitu banyak kekerasan?

Berikut adalah jawabannya. Ada lima alasan utama yang paling ditakuti Islam, yakni:

Nasionalisme
Feminisme
Modernisme
Demokrasi
Sekulerisme

Kekerasan diantara berbagai masyarakat Islam terjadi karena alasan-alasan tersebut.

Unsur utama Islam menunjukkan bahwa Islam merupakan organisasi Arab yang terdiri dari 260 suku. Tradisi suku-suku ini bersatu di dalam Islam dan Islam merupakan agama resmi suku-suku tersebut. Struktur Islam ini bertentangan dengan lima alasan di atas yang paling ditakuti Islam.

1. Nasionalisme

Islam memiliki Nasionalisme sendiri, yakni Nasionalisme Arab. Qur’an ditulis dalam bahasa Arab, untuk masyarakat Arab. Allah memilih bahasa Arab saja untuk menyampaikan firmannya. Dia menunjuk orang Arab sebagai nabi, rumah Allah (Ka’bah) terletak di tanah Arab, dan semua Muslim harus sholat berkiblat ke Ka’bah. Ini berarti seluruh umat Muslim berlutut menyembah ke arah Arabia untuk menunjukkan penyerahan diri pada Allah, tuhannya bangsa Arab. Dengan memeluk Islam, bangsa-bangsa non-Arab secara otomatis telah menjadi budak bangsa Arab. Ini mengakibatkan perkembangan dan perluasan imperialisme Arab dalam bentuk penyebaran Nasionalisme Arab. Karena itulah umat Muslim hanya punya satu negara, satu umat. Mereka menempatkan Islam di atas negara mereka sendiri.

Nasionalisme menempatkan kedudukan negara dalam peringkat tertinggi, dan setelah itu diikuti oleh agama, ras, atau budaya. Tapi karena faktanya Nasionalisme Arab itu bersatu dalam Islam, maka umat Muslim mengalami kesulitan menempatkan Nasionalisme negaranya di atas agama Islam. Karena pengaruh dan intervensi Barat, umat Muslim di jaman sekarang terbagi menjadi banyak negara bagian. Contohnya, sekarang ada Nasionalisme Pakistan, Nasionalisme Bangladesh, Nasionalisme Afgan, dll. Tapi jika seorang Muslim yakin pada nasionalismenya sendiri, maka dia tentu menolak Nasionalisme Arab yang adalah Islam itu sendiri. Karena pertentangan ini, banyak umat Muslim yang merasa risih dengan nasionalisme lokal mereka. Mereka beranggapan bahwa nasionalisme lokal itu bertentangan dengan Islam. Nasionalis Pakistan bertanya mengapa orang² Pakistan lebih menghormati negara-negara/bangsa Arab dibandingkan bangsa/masyarakat mereka sendiri? Mengapa umat Muslim Pakistan lebih memilih mengikuti Jihad dalam nama Islam, yang merupakan ideologi import dari Arab? Mengapa umat Muslim tidak bisa menjadi nasionalis dan meletakkan kepentingan nasional mereka di atas perihal lain?

Ketika negara Israel diresmikan di tahun 1948 sesuai dengan UU PBB (Res. 181, 1947), seluruh negara Arab menyatakan bahwa hal itu sebagai perang terhadap Islam dan seluruh umat Muslim menyokong peperangan ini, hanya karena mereka percaya sama Nasionalisme Arab. Israel itu merupakan negara yang sangat kecil, tapi mereka berhasil menang perang melawan keroyokan negara-negara Arab besar seperti Mesir, Syria, Yordania, Iraq, Iran, dll. Hal ini karena seluruh masyarakat Israel merupakan nasionalis yang sangat mencintai negara mereka. Karena Muslim tidak memiliki nasionalisme lokal yang kuat, maka mereka tidak begitu mencintai negara mereka, sehingga dedikasi dan usaha membela negara juga menjadi lemah. Mereka itu hanya mencintai agama mereka, dan ini berarti mencintai Nasionalisme Arab. Mereka bersatu hanya bagi Islam, dan bukan bagi negara mereka, sehingga mereka akhirnya kalah.

Bagi orang nasionalis, tanah air mereka merupakan hal yang paling suci, dan inilah Qiblat mereka. Tapi bagi Muslim, satu-satunya tanah yang suci hanyalah Arabia, dengan Mekah di Saudi Arabia sebagai Qiblat sucinya. Karena itulah umat Muslim mencintai tanah Arab lebih daripada mencintai tanah air mereka. Ideologi ini jelas bertentangan dengan Nasionalisme setiap negara. Umat Muslim malah menganggap nasionalisme lokal itu bertentangan dengan Islam, dan umat Muslim yang paling kaffah menganggap kaum nasionalis sebagai musuh Islam yang harus diperangi. Akibatnya, kita lihat sendiri bahwa tiada kedamaian di negara-negara Islam. Islam itu menentang nasionalisme lokal, padahal hanya nasionalisme lokal yang solid saja yang bisa menegakkan kedamaian dan menghasilkan kemakmuran bagi sebuah negara.

2. Feminisme

Perbudakan bagi kaum wanita sudah merupakan bagian dari Islam. Islam itu memperlakukan wanita seperti binatang piaraan saja. Memang benar begitu, sebab Nabi Muhammad juga membandingkan wanita dengan binatang piaraan seperti keledai dan anjing di berbagai hadis. Dengan demikian umat Muslim yakin bahwa kaum wanita itu tak punya perasaan. Tapi karena adanya tekanan begitu kuat dari kaum humanis di seluruh dunia, maka umat Muslim ramai-ramai menyangkal pesan Islamiah itu. Umat Muslim melarang kaum wanita masuk Mesjid (ini tidak terjadi di Indonesia, karena Islamnya masih cair/encer, belum kental padat seperti di Timur Tengah, juga Pakistan, dan negara-negara Afrika Utara), karena mereka takut Islam akan kehilangan semangat perangnya, dan jadi tak murni lagi. Kaum wanita pada umumnya menolak kekerasan. Jika wanita masuk mesjid, maka imam-imam sangar haus darah tidak bisa lagi berkhotbah penuh kebencian untuk membangkitkan permusuhan dalam diri Muslim terhadap kafir. Jika wanita boleh masuk mesjid, maka ideologi Jihad jadi lembek, sehingga akhirnya tak ada lagi Muslim yang mau mati demi Jihad. Para wanita tak akan mengijinkan putra-putra mereka menjadi jihadis dan mati muda. Jihad itu merupakan pilar utama Islam, dan inilah alasan utama penyebaran teror dalam masyarakat. Teror ini merupakan fondasi Islam. Jika fondasinya hilang, maka Islam tentu hilang pula. Karena itulah umat Muslim sangat takut akan feminisme.

Dengan demikian, umat Muslim menciptakan taktik atau cara untuk mencegah wanita mendapat kedudukan penting dalam masyarakat dengan memaksa mereka mengenakan jilbab/hijab/burka sebagai kewajiban agama dan menyimpan mereka dalam rumah saja. Hijab merupakan simbol perbudakan. Hijab menghentikan perkembangan pribadi seorang wanita, sehingga mencegah wanita menjadi kuat. Ini juga berakibat pada kemampuan mereka untuk bisa mandiri secara ekonomi. Jika wanita itu kuat (cerdas, mandiri secara finansial, berpendidikan), dia tentu tak akan mendidik anak-anaknya untuk menjadi teroris.

Feminisme itu bertentangan dengan perbudakan wanita. Feminisme menuntut perkembangan pribadi dalam diri wanita sehingga dia setara dengan kaum pria, dan mampu untuk berdikari dalam bidang ekonomi dan sosial. Wanita yang mencapai tahap ini jelas tidak akan rela anak-anaknya menjadi teroris. Masyarakat Muslim baru bisa hidup damai jika mereka mampu memperlakukan para wanita mereka sejajar dengan kaum pria dalam seluruh bidang sosial dan agama.

3. Modernisme

Dalam dunia yang dinamis ini, setiap barang bagus akhirnya bisa jadi ketinggalan jaman dan tidak dipakai lagi. Agar suatu masyarakat bisa maju ke depan, perubahan harus dilakukan dan ini tak bisa dielakkan. Tapi Qur’an memaksakan kerangka/landasan illahi yang berlaku untuk selamanya bagi masyarakat Muslim, dan menolak perubahan apapun. Islam tidak mengijinkan persamaan kedudukan bagi wanita dalam mesjid dan dalam berbagai masalah dan fungsi sosial. Muslim kafah melihat perubahan sosial sebagai sikap menentang Qur’an. Dengan begitu, mereka menentang Modernisme. Modernisme itu menuntut perubahan, karena tidak ada bentuk final di dunia ini. Muslim kaffah menentang perubahan. Akibatnya, masyarakat Muslim tercekik dalam ghetto (kampung terbelakang) Islam. Mereka kehilangan dinamisme untuk maju berkembang. Mereka kekurangan pendidikan, belas kasihan, rancangan keluarga, dan selalu ketinggalan jaman dibandingkan masyarakat modern lainnya. Inilah yang menyebabkan masyarakat Muslim diam di tempat dan miskin terus.

Umat Muslim ingin menjalani hidup mereka sesuai dengan Sunnah Nabi. Akan tetapi mereka tidak malu untuk menggunakan pengeras suara, handphone, komputer, TV, mobil, pesawat terbang, mata uang kafir, bentuk pemerintahan kafir, dll, yang semuanya tak ada di jaman Muhammad. Di lain pihak, mereka menolak bersikap modern terhadap kaum wanita dan cara hidup, karena mereka menganggap ini bertentangan dengan Islam. Mereka takut modernisme akan membunuh Islam. Dengan demikian, modernisme dianggap sebagai musuh Islam yang harus dijauhi.

4. Demokrasi

Muslim kolot menuntut hukum Syariah sebagai hukum masyarakat Muslim. Hukum ini merupakan hukum Arab di jaman Muhammad dan para Kalifah Islam. Hukum Syariah itu anti-demokrasi, anti-humanis. Hukum Syariah itu tidak adil, sehingga tidak layak untuk memerintah masyarakat modern.

Contohnya, Syariah menetapkan hukuman potong tangan bagi pencuri. Siapakah sebenarnya yang jadi pencuri? Setiap orang bisa saja dituduh sebagai pencuri oleh orang lain dengan alasan kebencian pribadi atau persaingan politik. Dengan begitu, korban yang mungkin tak bersalah harus menderita hukuman yang sangat berat ini. Tak ada unsur keadilan dalam Syariah. Contonhnya, seorang Muslim boleh beristri empat. Jika seorang istri dianggap melawan, maka sang suami berhak memukkulnya. Tapi karena Syariah mengharuskannya memperlakukan seluruh istrinya sama rata, maka dia pun harus memukul tiga istrinya yang lain.

Setiap orang juga bisa dengan mudah dituduh menghina Qur’an dalam hukum Syariah. Banyak sudah kejadian di mana Muslim menuduh orang lain menghina Qur’an, terutama di Pakistan. Sudah begitu banyak contoh kejadian seperti ini.

Dalam demokrasi, hukum dan keadilan terletak di tangan Pemerintah dan Pengadilan. Tapi di negara Islam, hukum dan keadilan terletak di tangan para Imam dan kazi. Mereka itulah yang mengeluarkan fatwa. Fatwa-fatwa ini bertentangan dengan demokrasi. Hanya di bawah sistem pemerintahan demokrasi saja keadilan bida ditegakkan, dan bukan di bawah Syariah. Tapi para imam dan kazi sangat ketakutan kehilangan kekuasaan mereka, sehingga mereka menentang demokrasi. Mereka merasa diri mereka tak akan punya tempat lagi dalam sistem demokrasi. Dengan begitu mereka menganggap demokrasi sebagai ancaman pada Islam. Dengan kata lain, Islam takut akan demokrasi.

5. Sekularisme


Sekularisme menuntut pemisahan antara negara dan agama. Sekulralisme menentang pengaruh agama pada badan pemerintahan. Sekularisme tidak menentang agama, tapi menolak pengaruh agama dalam menjalankan pemerintah bagi masyarakat. Negara tidak boleh menjadi badan agama.

Sekularisme menentang penerapan hukum Syariah pada masyarakat. Hal ini karena Sekularisme menentang perlakuan berat sebelah antara pria dan wanita, antara Muslim dan non-Muslim. Tapi Islam atau hukum Syariah menerapkan diskriminasi terhadap kaum wanita, memaksa mereka tunduk pada dominasi pria, menindas kaum non-Muslim dalam masyarakat, dan semua ini bertentangan dengan Sekularisme. Akibatnya, Islam dan Sekularisme tidak bisa berjalan bersama. Intinya adalah Sekularisme merupakan ancaman kematian pada Islam dan umat Muslim sangat takut akan itu.

Sumber: Faithfreedom.org

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...