APAKAH MUHAMMAD SAKIT JIWA? - part 1
MUHAMMAD'S HEALTH: A MODERN PSYCHOLOGICAL PERSPECTIVE
==========
Link di atas adalah sebuah rekaman siaran. Cukup panjang... namun kita harus bersyukur karena isi siaran tersebut sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Isinya sangat menarik, dan menurut saya pribadi... merupakan pengetahuan wajib bagi setiap orang yang: suka belajar & mencintai kebenaran.
Berikut adalah uraiannya:
____________________
Wahai pemirsa yang terhormat, selamat datang lagi ke acara Pertanyaan yang Berani. Episode kali ini adalah bagian pertama dari tema: KEWARASAN MUHAMMAD: DITINJAU DARI PSIKOLOGI MODERN.
Aku melakukan studi ini selama dua tahun untuk mengumpulkan materi saintifik, begitu pula membaca, membandingkan, menyelidiki, dan mewawancarai para ahli dan juga mengajukan referensi ilmiah. Aku tampilkan penyelidikan ini bukan untuk menghina atau mengejek; tapi untuk menunjukkan segala bukti, sehingga para pemirsa akhirnya bisa menilai sendiri, untuk menerima atau menolak keterangan ini. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan ini: Apakah Muhammad itu jujur dengan apa yang dikatakannya? Atau, apakah dia itu sakit jiwa? Atau dia itu hanya sekedar berbohong tentang apa yang dinyatakannya?
Pertanyaan2 yang muncul dalam benakku sewaktu mempersiapkan riset ini adalah sebagai berikut:
Pertanyaan2 yang muncul dalam benakku sewaktu mempersiapkan riset ini adalah sebagai berikut:
Apakah bisa menelaah kondisi jiwa Muhammad?
Apakah referensi yang ada cukup untuk menelaah kondisi jiwanya?
Apakah referensi itu cukup menunjukkan berbagai gejala bagi ahli jiwa dan syaraf untuk menunjukkan pada kita diagnosa yang tepat bagi kasus ini?
Apakah gejala² yang disebut umatnya benar² dilihat dan disaksikan mereka?
Aku memilih penyelidikan ini karena tak banyak yang membahas masalah ini. Inilah untuk pertama kalinya, kondisi jiwa Muhammad ditayangkan di siaran tv.
Sumber Pertama: Qur’an
Sumber pertama yang kita pakai tentunya adalah Qur’an. Apakah di Qur’an disebut penyakit yang diderita Muhammad? Apakah para musuhnya pernah menuduhnya menderita suatu penyakit? Ayat² Qur’an mana yang menyebut hal ini?
Aku menyelidiki kata “majnun” (gila) dan menemukan bahwa kata ini disebut sebelas kalidalam Qur’an. Tujuh dari sebelas kali itu, berhubungan dengan Muhammad secara langsung. Dua ayat lainnya menambahkan “Sahabatmu tidaklah gila (jinna) tapi dia adalah pemberi peringatan.”
Q 7:184
Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan.
Q 34:46
Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu.
Jinna itu adalah makhluk Jinn. Ada tiga ayat lain yang menyangkal Muhammad dirasuki Jinn, yakni Sura 23 dan 34. Secara total, dalam Qur’an terdapat enam belas kali usaha penyangkalan bahwa Muhammad itu gila. Ini merupakan jumlah besar bagi tuduhan yang sepele. Apakah Muhammad itu benar2 gila? Atau, itu hanya sekedar tuduhan tanpa bukti? Apakah Muhammad menderita suatu penyakit yang tidak dikenal masyarakatnya di jaman itu, sehingga mereka menuduhnya gila? Untuk menjawab ini, kita perlu baca tafsirnya.
Q 68: 1-2
Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis,berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila.
Sumber Kedua: Tafsir
Mari lihat tafsir Q 7:184 (Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan.)
Al-Razi menulis: “bahwa Muhammad SAW, mengalami kondisi aneh ketika wahyu diturunkan. Wajahnya jadi pucat, dan tampak seperti pingsan. Karena itu orang2 yang tak mengerti seringkali mengatakan dia gila.” Ini berarti Muhammad mengalami keadaan yang tak wajar, yang disebut para sahabatnya sebagai keadaan saat menerima wahyu, tapi musuh2nya menyebutnya sebagai sakit jiwa.
Di Q 15:6 (Mereka berkata: `Hai orang yang diturunkan Al quran kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.), Al-Razi menulis: “Dia (Muhammad SAW) mengalami keadaan aneh saat wahyu turun; keadaan ini serupa dengan pingsan, dan orang² mengiranya sebagai keadaan sakit jiwa.” Dengan demikian, tuduhan para musuh Muhammad bukanlah tanpa alasan. Mereka melihat sendiri gejala2nya pada Muhammad yang hanya dialami orang gila. Bagaimana tanggapan Muhammad atas tuduhan ini?
Tanggapan pertama adalah: Qur’an yang mencoba menjelaskan bahwa tuduhan ini bukanlah hal yang baru, karena juga sering dituduhkan terhadap rasul2 lain sebelum Muhammad.
Contohnya di Q 15:11 yang menyatakan: Dan tidak datang seorang rasulpun kepada mereka, melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya. Juga di Q 51:52 yang berbunyi: Demikianlah tidak seorang rasulpun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan:` Ia itu adalah seorang tukang sihir atau orang gila `.
Tanggapan kedua adalah: Menyangkal Muhammad gila.
Qur’an menyatakan di Q 52:29 Maka tetaplah memberi peringatan, dan kamu disebabkan nikmat Tuhanmu bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula seorang gila.
Juga Q 68:2 menyangkal Muhammad gila sebagai berikut: berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila.
Dan Q 81:22 juga menyangkal tuduhan gila: “dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila.”
Tanggapan ketiga: Mengancam dengan siksaan
Seperti di
Q 37:36-39
dan mereka berkata:` Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila? `
Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya).
Sesungguhnya kamu pasti akan merasakan azab yang pedih.
Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan,
Ancaman serupa juga terdapat di Q 44:13-16 yang menyatakan:
Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang rasul yang memberi penjelasan,
kemudian mereka berpaling daripadanya dan berkata: `Dia adalah seorang yangmenerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila.
Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar).
(Ingatlah) hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya Kami adalah Pemberi balasan.
Dengan begitu al-Qur’an tidak menjawab tuduhan2 gila dan hanya mengajukan penyangkalan saja. Penyangkalan bukanlah bukti atau keterangan. Ini sama seperti kau mengatakan pada orang lain: “Kau gila,” dan dia menjawab balik: “Aku tidak gila!” Qur’an tidak menerangkan dan hanya mengajukan ancaman2 siksa neraka. Ini juga bukan keterangan yang jelas. Malah ancaman ini menunjukkan bahwa tuduhan itu tepat sehingga membuat Muhammad marah dan karena itu dia mengeluarkan ancaman.
Usaha Muhammad yang mengatakan rasul2 lain juga dituduh gila, ternyata tidak terbukti benar karena tiada rasul2 atau nabi2 lain yang mengalami gejala sama seperti yang dialami Muhammad, seperti mengorok, pingsan, dll. Dengan begitu, Qur’an tidak memberikan penjelasan yang lengkap terhadap tuduhan gila itu, dan malah membenarkan bahwa Muhammad memang menderita suatu penyakit.
Apakah sebenarnya penyakit ‘gila’ yang diderita Muhammad ini? Apakah kita bisa menyelidikinya melalui ilmu kesehatan modern?
Aku menyelidiki berbagai ahli yang telah menulis tentang penyakit dan kesehatan Muhammad. Aku menemukan bahwa di jaman dulu, para sejarawan membahas kemungkinan bahwa Muhammad menderita epilepsi. Hal ini tertulis di Chronicles of Theophanes di abad ke-8 M dan awal abad ke-9 M. Juga tiga buku baru lain yang membahas hal ini.
Buku pertama adalah Sword and Seizure: Muhammad’s Epilepsy & Creation of Islam (Pedang dan Kejang²: Epilepsi Muhammad dan Penciptaan Islam) yang ditulis oleh ahli jiwa dan syaraf dari Iran bernama Abbas Sadeghian, Ph.D.
Buku kedua berjudul Understanding Muhammad – Psychobiography yang juga ditulis oleh ilmuwan Iran bernama Ali Sina. Di buku ini, Ali Sina juga membahas tentang epilepsi yang diderita Muhammad.
Buku ketiga berjudul Life Alert: The Medical Case of Muhammad (Waspada: Kasus Kejiwaan Muhammad) ditulis oleh orang Turki bernama Dr. Dede Korkut.
Semua buku ini setuju bahwa Muhammad memang menderita epilepsi. Apakah benar begitu? Apakah orang jaman dulu menganggap epilepsi sebagai ketidakwarasan karena mereka tidak mengetahui penjabaran yang tepat atas penyakit syaraf ini? Apakah gejala2 yang dialami Muhammad itu sama dengan gejala2 epilepsi?
Penyakit epilepsi sering terjadi di jaman dulu. Orang2 jaman itu seringkali menghubungkan epilepsi dengan Tuhan atau Setan. Orang2 Quraysh, contohnya, mencoba menghubungkan hal ini dengan penyakit gila dan setan, tapi pengikut Muhammad menghubungkannya dengan Allah dan wahyu. Kita membaca bahwa Ibn al-Qayyim menulis: “Dokter2 di jama kuno seringkali menyebut hal ini sebagai epilepsi: penyakit illahi. Mereka juga mengatakan penyakit ini berasal dari arwah2.” (sumber: Zad al-Mi’ad fi Hadi khar al-‘Ibad 4:60).
Penulis lain menyebut epilepsi dikenal sebagai ‘Penyakit Tukang Ramal’ yang berarti penyakit itu berhubungan dengan tenung atau ramal. Dengan begitu, orang jaman dulu memang sering menghubungkan epilepsi dengan roh/arwah, baik roh jahat dalam bentuk Setan atau Jinn, atau roh baik yang diwakili oleh Allah. Karenanya, tidak aneh bahwa wahyu Qur’an berhubungan dengan epilepsi, atau yang disebut orang Arab sebagai penyakit gila. Mari lihat masa kecil Muhammad yang ada hubungannya dengan penyakit epilepsi.
Sumber ketiga: Sira (riwayat hidup Muhammad) dan Hadis
Kejadian di Masa Kecil Muhammad
Hal yang menarik perhatian adalah saat Muhammad masih kecil, ibunya (Amina) menyerahkannya pada Halimah al-Sa’diya untuk disusui dan dipelihara. Akan tetapi, Halimah mengembalikan Muhammad kepada ibunya karena Muhammad mengalami epilepsi. Dalam buku Riwayat Hidup Muhammad oleh Ibn Hisyam, ditulis bahwa Muhammad dan saudara sepenyusuan (disusui oleh wanita yang sama) menggembalakan domba. Saudaranya ini menjerit minta tolong. Ketika Halima dan suaminya datang, Halimah berkata, “Kami menemukan Muhammad berdiri dengan muka pucat.” Dia berkata, “Lalu, aku memeluknya dan bertanya, “Ada apa, nak?” Muhammad berkata, “Dua pria berbaju putih datang padaku. Mereka membaringkanku dan membelah perutku. Mereka mencari sesuatu dalam perutku … aku tak tahu apa itu.” Halimah berkata: “Kami membawa dia kembali ke rumah kami dan suamiku berkata padaku, ‘Oh Halimah, aku khawatir akan keadaan anak ini. Bawa dia kembali ke keluarganya.’” Halimah berkata, “Kami lalu membawanya kembali ke ibunya.”
Kejadian ini membuat para pengasuh Muhammad merasa khawatir akan keadaannya dan mengaku bahwa dia dirasuki Jinn. Pertanyaannya sekarang adalah: Apakah Muhammad benar2 mengalami apa yang dikatakannya? Atau apakah ini merupakan gejala epilepsi?Bisakah orang yang menderita epilepsi mengkhayal melihat orang atau mendengar suara2 yang sebenarnya tidak ada? Jenis epilepsi apa yang bisa mengakibatkan keadaan ini?
Dr. Dede Korkut menjelaskan beberapa penyakit epilepsi yang diderita pasien2, terutama mereka yang memiliki complex partial seizures (CPS). Keadaan ini memiliki gejala serupa dengan apa yang dialami Muhammad. Kasus A: seorang pasien yang sedang mengalami epilepsi melihat orang berbaju putih berjalan di kebun rumahnya sampai mencapai jendela. Kasus B: seorang pasien menerangkan bahwa saat dia mengalami epilepsi, dia merasakan hal aneh dalam perutnya. Dia mengatakan, “Aku merasakan perutku semakin besar.” Ini serupa dengan Muhammad yang mengaku melihat dua orang berbaju putih dan mereka membelah perutnya dan mencari sesuatu dalam perutnya. Dr. Korkut, ahli jiwa dan syaraf, menerangkan begini: “Muhammad menunjukkan gejala paling umum yakni sensasi pada bagian dalam tubuh (jantung, paru², perut, usus, dan kandung kemih) yang berhubungan dengan CPS.”
Dr. Abbas Sadeghian menyederhanakan penjelasan tentang penyakit epilepsi bagi kita dan menyimpulkan gejala kejang² epilepsi sebagai berikut:
Dr. Abbas Sadeghian
Otak adalah mekanisme yang paling canggih di seluruh dunia. Sel otak berbeda sama sekali dengan sel2 bagian tubuh lainnya. Sel2 ini sebenarnya mirip dengan kawat kabel yang bekerja dengan adanya listrik. Sama seperti komputer, tapi tak ada komputer yang secanggih otak manusia. Jika kau punya mesin dengan berbagai kawat kabelnya, lalu mesin itu mengalami kerusakan sehingga terjadi korslet, maka semua sekring jadi tak berfungsi. Ini sama seperti kerusakan pada satu bagian otak, akan mengakibatkan bagian lain juga terpengaruh, tergantung dari besarnya kerusakan. Yang terjadi adalah korslet sederhana dalam otak.
Rachid:
Jadi ada banyak aliran listrik dalam otak?
Dr. Korkut Sadeghian:
Mekanismenya sama seperti kabel yang mengalirkan listrik dengan kecepatan sangat tinggi, dan itulah sebabnya manusia bisa bicara, berpikir, mengambil keputusan dengan sangat cepat. Tapi begitu ada korslet, maka akan terjadi masalah yang nyata, sebab kabel2 itu sangat berkesinambungan satu dengan yang lain. Tapi besarnya masalah tergantung dari mengapa dan di mana korslet terjadi. Kadangkala korslet hanya kecil saja sehingga orang nya sendiri tidak merasa atau menyadari, atau bisa juga sampai menghasilkan kejang2 atau bisa juga sampai pingsan dan orang itu lalu mati.
sumber: https://www.facebook.com/notes/valdis-vivecca/apakah-muhammad-sakit-jiwa-part-1/669254069848301/
APAKAH MUHAMMAD SAKIT JIWA? - part 2
Episode ini adalah bagian kedua berjudul: ‘Muhammad between Medicine and Science’ [kata ‘in the light of’ digunakan untuk bagian pertama!]
Ini merupakan penelitian dimana tradisi-tradisi Islam dihadapkan pada dunia medis.Dianalisa terkait kondisi kejiwaan Muhammad serta keadaan neurologis dan psikiatrisnya, untuk mengetahui apakah dunia kedokteran mampu mengungkap aspek-aspek tersembunyi kepribadian Muhammad.
Ini merupakan penelitian dimana tradisi-tradisi Islam dihadapkan pada dunia medis.Dianalisa terkait kondisi kejiwaan Muhammad serta keadaan neurologis dan psikiatrisnya, untuk mengetahui apakah dunia kedokteran mampu mengungkap aspek-aspek tersembunyi kepribadian Muhammad.
Sejauh ini kita telah melihat bahwa Muhammad memiliki penyakit yang disebut temporal lobe epilepsy (epilepsi lobus temporalis), dan bahwa ia menderita CPS: complex partial seizures (kejang parsial kompleks), yang merupakan penyebab dibalik klaim wahyu ilahiahnya. Dalam episode ini, kita akan melanjutkan mengenai gejala-gejala dan penyakit yang menyertainya, serta menjelaskan beberapa aspek kepribadian Muhammad.
Di peristiwa pertama yang menimpa Muhammad, kita membaca bahwa ia mendengar kata-kata berikut:
Di peristiwa pertama yang menimpa Muhammad, kita membaca bahwa ia mendengar kata-kata berikut:
Read, read, read.By the name of thy lord who created.Creathed man from a clot.
Pertanyaan pertama yang diajukan disini adalah: Dapatkah pasien epilepsi mendengar kata-kata seperti itu?
Dari perspektif medis, ya, karena daerah pendengaran primer dan sekunder terletak di temporal lobe. Saat terjadi kerusakan pada temporal lobe lewat aktivitas elektris, orang tersebut membayangkan bahwa ia mendengar suara-suara. Suara-suara ini tidak berasal dari sumber luar, melainkan dari dalam otak si penderita.
Karena aspek praktis, kata-kata relijius seperti: ‘Bacalah dalam nama tuhanmu yang menciptakan,’ telah terserap masuk ke dalam pikiran Muhammad, khususnya jika kita tahu bahwa Muhammad telah mengimitasi Zayd Ibn ‘Amr Ibn Nafeel, yang sering mengasingkan diri di gua Hira sebelum dia [Muhammad]. Juga ada orang-orang lain yang dikenal relijius dan memisahkan diri dari paganisme Quraysh, yang mempengaruhi Muhammad, seperti: Waraq Ibn Nawfal.
Dapat dipastikan bahwa Muhammad telah mendengar ucapan-ucapan serta menyerap beberapa kisah relijius dari mereka. Dan, kejang epilepsi yang ia derita telah menyebabkan salah satu ucapan relijius yang telah ia dengar sebelumnya itu bergema di otaknya. Dr. Dede Korkut menjelaskan di bukunya, dengan mengutip Dr. Wilson, suatu kasus dimana seorang pasien berkata bahwa selama masa kejang-kejang, ia mendengar segala hal yang telah pernah dikatakan padanya sepanjang hidupnya.
Merangkai kata-kata bersajak bukanlah hal baru di lingkungan dimana Muhammad dibesarkan. “Sajak” Qafiya membantu orang-orang untuk mengingat serta memberi keindahan bentuk pada teks. Ini ditunjukkan oleh sajak-sajak Arab beserta irama puisi mereka. Ini juga diperlihatkan dalam mantra-mantra para juru ramal melalui prosa berirama mereka.
Disini saya hendak menyampaikan suatu fenomena penting yang menyertai Quran.
Dalam proses pembentukan antara Mekah dan Medinah, Quran mengalami perubahan besar dalam gaya bahasa dan kualitas ayat-ayatnya. Ayat-ayat Mekah ditandai oleh irama sajak tertentu dan dipenuhi perasaan dan perenungan kosmik, mengungkap adanya semacam kejujuran Muhammad di tulisan-tulisan awalnya. Namun, karena dorongan istrinya dan support dari Waraqa, ia berubah dari seorang pria sakit yang mencoba memahami kejang yg dideritanya, menjadi seorang pria yang memanfaatkan kondisinya untuk memperoleh klaim kenabian. Ketika ia mendapatkan kekuasaan, kekayaan dan pengaruh, nuansa puitis menghilang dari Quran, dan ayat-ayat Medinah hanyalah kalimat-kalimat yang tidak lagi memperdulikan apapun kecuali mendiktekan hukum-hukum yang keras atau penyelesaian masalah dan perselisihan juga berurusan dengan perubahan kondisi pribadi dan situasi politik.
Mari kita perhatikan dan bandingkan beberapa ayat Mekah dan Medinah:
Ini ayat Mekah:
Q 91:1-4
“By the sun and its brightnessAnd by the moon when it follows itAnd by the day when it display itAnd by the night when it covers it”
Dan ini ayat Medinah:
Q 66:1-2
“O Prophet, why do you prohibit [yourself from] what Allah has mada lawful for you, seeking the approval of your wives? And Allah is Forgiving and Merciful.Allah has already ordained for you [Muslims] the dissolution of your oaths. And Allah is your protector, and He is the Knowing, the Wise.”
Ayat-ayat Mekah dalam contoh ini singkat, puitis, dan bernuansa kosmik. Sementara ayat-ayat Medinah, panjang, tidak puitis dan membahas masalah personal.
Mari dengar ayat-ayat Mekah berikut:
Q 92:1-3"By the night when it coversAnd [by] the day when it appearsAnd [by] He who createdThe male and female.”
Bandingkan dengan ayat-ayat Medinah ini:
Q 9:1-2“[This is a declaration of] disassociation, from Allah and His Messenger,To those with whom you had made a treaty among the polytheists. So travel freely, [O disbelievers], throughout the land [during] four months But know that you cannot cause failure to Allah and that Allah will disgrace the disbelievers.”
Sekali lagi, ayat-ayat Mekah ditandai dengan: singkat, antusias, dan bernuansa kosmik. Sementara ayat-ayat Medinah panjang, hampa keindahan puitis, dan membahas militer Muhammad.
Perubahan gaya penulisan Quran Muhammad ini juga merupakan akibat penyakit neurologis yang dideritanya. Dr. Sadeghian menjelaskan fenomena ini pada kita:
Diantara gejala-gejala yang menyertai temporal lobe epilepsy pada pasien adalah perubahan kepribadian. Penderita menjadi sangat relijius dan sangat kejam.
KECENDERUNGAN RELIJIUS:
Dr. Dede Korkut menjelaskan dalam bukunya: “Karakteristik personal lainnya yang terlihat menonjol pada pasien CPS (kejang parsial kompleks) adalah meningkatnya perasaan relijius.Merasa menjadi pribadi yang telah ditakdirkan…. Pasien mempersepsikan diri secara salah sebagai “Utusan Tuhan.”
Dr. Dede menyebutkan beberapa kasus pasien temporal lobe epilepsy yang mengekspresikan kerelijiusan dan perasaan mereka mengenai misi keagamaan yang perlu mereka sampaikan pada dunia:
“Dr. H. Mabille, pada tahun 1899 mendeskripsikan seorang pasien yang mendeklarasikan bahwa Tuhan telah memberinya misi untuk ‘mereformasi dunia melalui hukum.’ Sama persis dengan apa yang diklaim Muhammad.
“Di tahun 1919, Dr. Boven melaporkan sebuah kasus anak laki-laki berusia 14 tahun, yang di saat kejang, “melihat Tuhan dan para malaikat yang baik, dan mendengar bunyi-bunyian musik surgawi.”
Muhammad juga mengklaim melihat Allah, atau setidaknya cahaya, menurut beberapa riwayat. Dalam Sahih Muslim, ‘Abdallah Ibn Shaqiq berkata, “Aku berkata pada Abu Dharr: Apabila aku bertemu Rasullullah, aku akan bertanya padanya. Ia (Abu Dharr) berkata: Apa yang ingin kau tanyakan padanya? Ia berkata: Aku ingin bertanya padanya apakah ia telah melihat Tuhannya. Abu Dharr berkata: Aku, sesungguhnya, telah bertanya padanya, dan ia menjawab: Aku melihat Cahaya” (Sahih Muslim Book 001, Number 0342)
Kasus lain tercatat dalam British Journal of Psychiatry, dimana setelah mengalami kejang, pasien menyatakan bahwa Tuhan telah memilihnya untuk menjadi alatnya. Ini juga yang diklaim Muhammad.
Dalam Jurnal yang sama, seorang wanita penderita epilepsi menyatakan ia mendengar suara lonceng dan kemudian ia mendengar suara lain berkata, “Bapamu telah memperlengkapi dirimu. Pergilah dengan damai.” Ia mengatakan bahwa ia mendengar lagi suara Tuhan. Namun EEG memperlihatkan adanya aktivitas elektris di bagian kanan depan temporal lobe.
Diantara berbagai kasus terkenal, terdapat kasus Joseph Smith, pendiri Mormon. Ia mengalami serangan kejang tahun 1820, di usia 14 tahun, yang diperkirakan sebagai CPS (kejang parsial kompleks), mirip dengan apa yang dialami Muhammad. Ia menulis:
“Tepat pada saat kegelisahan besar ini, aku melihat sebuah pillar cahaya tepat di atas kepalaku, di kecemerlangan matahari, yang turun perlahan hingga jatuh padaku….Ketika cahaya tersebut berada atasku aku melihat dua orang dengan kecemerlangan dan kemuliaan tak terlukiskan berdiri di udara di atas. Salah seorang berkata padaku…..Ketika aku sadar, aku sedang terbaring terlentang menatap langit.”
Dr. Shenk dan Dr. Bear, selama aksperimen yang mereka lakukan terhadap pasien sampel, menemukan bahwa semua pasien memperlihatkan, “keyakinan relijius yang kuat, halusinasi suara…..lonceng gereja, kemarahan, aggresif, menulis jurnal …”
Dr. Sadeghian memberitahu kita bahwa Muhammad relijius dan perasaan relijius itu semakin menghebat karena penyakitnya:
Seperti dikatakan Dr. Mustafa al-Sa‘adni. Ia menyatakan dalam situs maganin, bahwa pasien mengalami “perubahan dalam perilaku relijiusnya, menjadi lebih relijius secara berlebihan, tanpa benar-benar mengikuti instruksi agama yang sesungguhnya (ekstrimis agama).”
Banyak pasien epilepsi lobus temporalis mengklaim diutus tuhan, dan mereka ditugasi dengan misi khusus atau mereka sendirilah tuhan.
Muhammad tidak terkecuali, karena kita lihat semakin ia bertambah tua, semakin ia membuat dan menambahkan aturan-aturan baru, serta memberi perhatian khusus pada detail relijius tertentu hingga ke titik maniak.
Muhammad, misalnya, sangat ekstrim mengenai sholat, sehingga ia ingin membakar rumah-rumah mereka yang tidak menghadiri sholat berjamaah dengannya. Hadist sahih menyatakan “….Aku bermaksud memerintahkan (satu) orang memimpin sholat, kemudian pergi menemui mereka yang tidak bergabung (sholat berjamaah) dan selanjutnya memerintahkan rumah-rumah mereka dibakar.” Perlu dicatat bahwa pada awalnya ia tidak seradikal ini. Inilah yang biasa terjadi pada para penderita epilepsi:
Dr. al-Sa‘adni menyatakan: “Perubahan terjadi pada kebiasaan dan perilaku penderita, yang mengindikasikan telah terjadi perubahan di sistem syaraf pusat. Karena perubahan pada fungsi otak atau komposisinya (terutama pada lobus frontal atau temporal) yang menyebabkan perubahan-perubahan ini.
part 2: https://www.facebook.com/notes/novie-christina/apakah-muhammad-sakit-jiwa-part-2/669277146512660
Bagaimana perubahan ini terjadi? Mungkin terasa aneh pertama kali, namun keanehan tersebut menghilang saat kita mengetahui bahwa para pasien epilepsi lobus temporalis menjalani perubahan-perubahan fundamental dalam kehidupan mereka, diantara mereka terdapat kecenderungan ke arah kekerasan. Dr. Sadeghian berkomentar mengenai ini:
Diantara berbagai efek samping epilepsi adalah obsessive compulsive disorder dan paranoia.
part 3: https://www.facebook.com/notes/novie-christina/apakah-muhammad-sakit-jiwa-part-3/669684726471902
APAKAH MUHAMMAD SAKIT JIWA? - part 3
KECENDERUNGAN PADA KEKERASAN:
Diantara berbagai efek samping epilepsi lobus temporalis, pada beberapa pasien, adalah kecenderungan pada kekerasan dan perubahan kepribadian menjadi sosok yang kejam.
Dr. Dede menyatakan: “Kemarahan dan perilaku agresif bisa sangat parah sehingga menyebabkan pasien melakukan kejahatan kejam seperti perampokan bersenjata dan pembunuhan.”
Dalam American Journal of Psychiatry, Dr. Lewis mengamati bahwa 88% “anak-anak penderita CPS (kejang parsial kompleks) memperlihatkan perilaku paranoid-aggresif. Dari 18 pasien, dua diantaranya benar-benar membunuh teman sekolahnya.”
Hal ini menjelaskan pada kita bagaimana Muhammad bertambah agresif saat penyakitnya bertambah parah. Tidak ada catatan kondisi kekerasan saat ia masih muda. Tidak disebutkan ia memiliki hasrat perang atau pertempuran bersenjata saat ia muda. Namun, di tahun-tahun belakangan, ia sangat berminat pada perang dan penjarahan, yang membuat orang bertanya-tanya. Dalam sepuluh tahun terakhir hidupnya, menurut perawi, ia memicu “27 serangan penjarahan dan 56 misi khusus.” (Al-Nawawi Commentary on Sahih Muslim; Kitab al-Jihad wa al-Siyar, Bab ‘Aded Ghazawat al-Nabi.)
Artinya, terdapat total 83 operasi militer, rata-rata 8 operasi militer per-tahun.
Ayat-ayat yang disampaikan di tahun-tahun terakhir kehidupan Muhammad kuat merefleksikan kekerasan, tidak sesuai dengan ayat-ayat Mekah. Berikut beberapa contoh:
Diantara berbagai efek samping epilepsi lobus temporalis, pada beberapa pasien, adalah kecenderungan pada kekerasan dan perubahan kepribadian menjadi sosok yang kejam.
Dr. Dede menyatakan: “Kemarahan dan perilaku agresif bisa sangat parah sehingga menyebabkan pasien melakukan kejahatan kejam seperti perampokan bersenjata dan pembunuhan.”
Dalam American Journal of Psychiatry, Dr. Lewis mengamati bahwa 88% “anak-anak penderita CPS (kejang parsial kompleks) memperlihatkan perilaku paranoid-aggresif. Dari 18 pasien, dua diantaranya benar-benar membunuh teman sekolahnya.”
Hal ini menjelaskan pada kita bagaimana Muhammad bertambah agresif saat penyakitnya bertambah parah. Tidak ada catatan kondisi kekerasan saat ia masih muda. Tidak disebutkan ia memiliki hasrat perang atau pertempuran bersenjata saat ia muda. Namun, di tahun-tahun belakangan, ia sangat berminat pada perang dan penjarahan, yang membuat orang bertanya-tanya. Dalam sepuluh tahun terakhir hidupnya, menurut perawi, ia memicu “27 serangan penjarahan dan 56 misi khusus.” (Al-Nawawi Commentary on Sahih Muslim; Kitab al-Jihad wa al-Siyar, Bab ‘Aded Ghazawat al-Nabi.)
Artinya, terdapat total 83 operasi militer, rata-rata 8 operasi militer per-tahun.
Ayat-ayat yang disampaikan di tahun-tahun terakhir kehidupan Muhammad kuat merefleksikan kekerasan, tidak sesuai dengan ayat-ayat Mekah. Berikut beberapa contoh:
“… I will instil terror into the hearts of the Unbelievers: smite ye above their necks and smite all their finger-tips off them." (Sura 8.12, Yusuf Ali Translation).“Fight them, and God will punish them by your hands, cover them with shame, help you (to victory) over them, heal the breasts of Believers.”
(Sura 9.14, Yusuf Ali Translation).
“The punishment of those who wage war against God and His Messenger, and strive with might and main for mischief through the landis: execution, or crucifixion, or the cutting off of hands and feet from opposite sides.”
(Sura 5.33, Yusuf Ali Translation).
Bagaimana perubahan ini terjadi? Mungkin terasa aneh pertama kali, namun keanehan tersebut menghilang saat kita mengetahui bahwa para pasien epilepsi lobus temporalis menjalani perubahan-perubahan fundamental dalam kehidupan mereka, diantara mereka terdapat kecenderungan ke arah kekerasan. Dr. Sadeghian berkomentar mengenai ini:
Diantara berbagai efek samping epilepsi adalah obsessive compulsive disorder dan paranoia.
APAKAH MUHAMMAD SAKIT JIWA? - part 4
OCD: Obsessive compulsive disorder: (Gangguan Kompulsif Obsesif)
Untuk memahami obsessive compulsive disorder, kita perlu mendefinisikan dua kata: “obsesif” dan “kompulsif”.
Untuk memahami obsessive compulsive disorder, kita perlu mendefinisikan dua kata: “obsesif” dan “kompulsif”.
Kata “obsesif” disini merujuk pada rasa cemas yang berlebihan, seperti rasa takut pada kuman-kuman hingga ke titik dimana pasien akan mencuci tangannya berulang-ulang, atau rasa takut pada urine atau kotoran apapun.
Dinyatakan dalam kolom Kesehatan Mental situs arabreiki, bahwa obsesif merujuk pada kecemasan tak berdasar akan terkena penyakit berbahaya, takut berlebihan pada kotoran, ketidakbersihan, atau kuman-kuman (bahkan takut menularkannya ke orang lain, lingkungan, atau rumah), keengganan sangat pada kotoran orang, atau perhatian berlebihan pada tubuh.”
Mengenai “kompulsif”, kata ini merujuk pada tindakan terpaksa yang dipaksakan, dimana pasien merasa ia terpaksa melakukannya. Umumnya berupa tugas-tugas biasa yang tidak berarti apapun kecuali bagi si pasien. Inilah sebabnya mengapa kau temukan pasien-pasien OCD seringkali mencuci dengan air, yakni kebiasaan membersihkan berulang kali dengan cara tertentu, dan mengulang-ulang ekspresi tertentu. Encyclopedia Britannicamendefinisikan makna “kompulsif” sebagai: Dorongan Tak Tertahankan untuk melakukan tindakan berulang yang tampak tak berarti….seperti mencuci tangan berulangkali…”
Dr. Dede Korkut mengatakan “Perilaku obsessif ini adalah refleksi dari kelainan anatomi pada reverberating circuits di lobus temporal otak. Perilaku obsesif dapat dideskripsikan sebagai: Perilaku yang terbentuk oleh gagasan-gagasan kompulsif atau dorongan tak tertahankan, dan seringkali diwujudkan dalam tindakan ritual tertentu seperti sholat lima kali sehari dengan cara dan arah tertentu..”
Dr. Ali Sina menjelaskan pada kita mengapa ia berkesimpulan bahwa Muhammad adalah penderita OCD, dan bagaimana ia sampai pada kesimpulan tersebut:
Pasien-pasien OCD memiliki rasa takut tertentu yang mencapai kondisi maniak dan ‘sakit’.Misalnya terkait kebersihan. Kita temui kondisi ini pada Muhammad sudah sedemikan parah, sehingga percaya bahwa bagian-bagian tubuh yang tidak bersentuhan dengan air akan disiksa dengan api neraka:
Dinyatakan dalam kolom Kesehatan Mental situs arabreiki, bahwa obsesif merujuk pada kecemasan tak berdasar akan terkena penyakit berbahaya, takut berlebihan pada kotoran, ketidakbersihan, atau kuman-kuman (bahkan takut menularkannya ke orang lain, lingkungan, atau rumah), keengganan sangat pada kotoran orang, atau perhatian berlebihan pada tubuh.”
Mengenai “kompulsif”, kata ini merujuk pada tindakan terpaksa yang dipaksakan, dimana pasien merasa ia terpaksa melakukannya. Umumnya berupa tugas-tugas biasa yang tidak berarti apapun kecuali bagi si pasien. Inilah sebabnya mengapa kau temukan pasien-pasien OCD seringkali mencuci dengan air, yakni kebiasaan membersihkan berulang kali dengan cara tertentu, dan mengulang-ulang ekspresi tertentu. Encyclopedia Britannicamendefinisikan makna “kompulsif” sebagai: Dorongan Tak Tertahankan untuk melakukan tindakan berulang yang tampak tak berarti….seperti mencuci tangan berulangkali…”
Dr. Dede Korkut mengatakan “Perilaku obsessif ini adalah refleksi dari kelainan anatomi pada reverberating circuits di lobus temporal otak. Perilaku obsesif dapat dideskripsikan sebagai: Perilaku yang terbentuk oleh gagasan-gagasan kompulsif atau dorongan tak tertahankan, dan seringkali diwujudkan dalam tindakan ritual tertentu seperti sholat lima kali sehari dengan cara dan arah tertentu..”
Dr. Ali Sina menjelaskan pada kita mengapa ia berkesimpulan bahwa Muhammad adalah penderita OCD, dan bagaimana ia sampai pada kesimpulan tersebut:
Pasien-pasien OCD memiliki rasa takut tertentu yang mencapai kondisi maniak dan ‘sakit’.Misalnya terkait kebersihan. Kita temui kondisi ini pada Muhammad sudah sedemikan parah, sehingga percaya bahwa bagian-bagian tubuh yang tidak bersentuhan dengan air akan disiksa dengan api neraka:
Abdullah Ibn ‘Amr meriwayatkan, “Beberapa orang sedang terburu-buru pada waktu sholat ashar dan bergegas mengambil wudhu; dan saat kami mencapai mereka, tumit-tumit mereka kering, tidak tersentuh air. Nabi….berkata: Celakalah tumit (yang kering), karena api Neraka. Berwudhulah sepenuhnya.”
(Sahih Muslim Book 002, Number 0468.)
Menurut Abu Huraira, Muhammad “melihat seorang pria yang tidak mencuci tumitnya dan ia berkata: Celakalah tumit-tumit itu karena api-neraka.” (Sahih Muslim Book 002, Number 0471.)
Bukankah ini terasa mengganggu, atau bukankah ini pemikiran orang yang ‘sakit,’ saat seseorang percaya bahwa bagian-bagian tubuh yang tidak tersentuh air akan dilempar ke dalam neraka?
Pasien-pasien OCD menderita rasa takut yang parah akan kotoran orang. Ini menjadi jelas pada Muhammad. Ia melewati dua kuburan. Ia berkata pada para sahabat bahwa itu adalah kuburan-kuburan dua orang yang sedang disiksa, dan salah satunya disiksa karena ia ‘tidak pernah menyelamatkan diri dari kotoran urinenya” (Sahih al-Bukhari Volume 1, Book 4, Number 217.)
Dalam periwayatan lain, Ibn ‘Asakir mengatakan bahwa pria ini tidak membersihkan diri dari urine. Dengan kata lain, orang tersebut disiksa di kuburan karena ia tidak berhati-hati agar tetap bersih, tidak ternoda oleh urine. Ini tidak masuk akal dan merefleksikan penyakit OCD Muhammad, yang gejala-gejalanya tercermin dalam perkataan Muhammad. Mengapa Tuhan hendak menyiksa seseorang hanya karena tetesan urine yang menyentuh tubuhnya?Ya, benar bahwa kebersihan adalah suatu hal yang baik dan menganjurkan kebersihan sungguh baik, tapi hingga ke kondisi meyakini siksaan neraka terhadap seseorang yang tidak cermat melakukannya? Ini jelas berasal dari penyimpangan perilaku, obsessive compulsive, bukan dari Tuhan.
Mengenai kebiasaan Muhammad mencuci dengan air berulangkali, ini adalah pencucian seremonial yang tidak memenuhi kebutuhan fungsi pembersihan itu sendiri. Misalnya, disaat tidak ada air, sebagai ganti muslim menggosokkan debu ke bagian-bagian tubuhnya. Tindakan [yang disebut tayamum] ini tidak punya makna apapun kecuali bagi Muhammad sendiri. Jika tujuannya adalah untuk kebersihan, menggosok-gosokkan debu tidak membersihkan kotoran, justru menambah kotoran pada tubuh.
Mengenai wudhu yang dikatakan Muslim sebagai penyucian, terbukti bahwa Muhammad biasa berwudhu dan menyeka sepatu, yakni ia tidak mencuci kakinya melainkan menyeka bagian atas sepatu yang ia pakai. Ini dinyatakan dalam beberapa hadist sahih.
Sungguh aneh muslim harus mengulang berwudhu setiap kali ia buang angin (kentut), karena tidak ada hubungannya antara perut kembung dan mencuci kaki tangan. Mengapa seseorang harus mencuci mulutnya padahal tidak kentut dari mulut? Jelas bahwa ini adalah perilaku OCD (Gangguan Kompulsif Obsesif) Muhammad, karena hal-hal semacam ini meredakan kecemasan dan rasa takutnya sendiri.
Hingga hari ini, muslim meniru perilaku berulang tersebut, baik dalam sholat atau do’a (permohonan), tanpa menyadari bahwa mereka sedang mengulang gejala-gejala OCD yang diderita Muhammad. Mereka juga mengulang perilaku kompulsif seperti mencuci tangan kaki beberapa kali secara berulang, biasanya tiga kali. Juga telah diketahui bahwa pasien-pasien OCD sangat terobsesi dengan angka-angka dan simbolismenya. Muhammad terobsesi pada angka tiga, sepuluh dan seratus.
Hal-hal yang merupakan ritual keagamaan normal di kepercayaan lain berubah menjadi Gangguan Kompulsif Obsesif. Banyak muslim memiliki gangguan obsesif kompulsif akibat pengulangan secara berlebihan ritual Islam dan perhitungan berlebihan jumlah wudhu dan frekuensi pencucian tangan dan kaki, berkumur, mencuci hidung, dsbnya.
Berikut kumpulan perintah Muhammad yang merupakan karakteristik perilaku OCD:
Masuk ke mesjid dengan kaki kanan;
Masuk ke kamar mandi dengan kaki kiri,
Mengucapkan doa saat masuk kamar mandi.
Makan dengan tangan kanan;
Bernafas dalam air tiga kali;
Menjilati jari setelah makan;
Tidur di sisi kanan;
Berdoa saat bersin;
Mencari perlindungan pada Allah saat menguap, dll.
Masuk ke kamar mandi dengan kaki kiri,
Mengucapkan doa saat masuk kamar mandi.
Makan dengan tangan kanan;
Bernafas dalam air tiga kali;
Menjilati jari setelah makan;
Tidur di sisi kanan;
Berdoa saat bersin;
Mencari perlindungan pada Allah saat menguap, dll.
Daftarnya panjang... Karena obsesif kompulsif Muhammad, penyimpangan perilaku ini menjadi bagian agama islam sekarang. Muslim tidak lagi memiliki pilihan pribadi, bahkan bagaimana cara ia tidurpun diatur.
SEMUA PERILAKU INI ADALAH AKIBAT EPILEPSI LOBUS TEMPORALIS YANG DIDERITA MUHAMMAD. Ini bahkan disebutkan di situs Maganin, dalam sebuah artikel oleh Dr. Mustafa al-Sa‘adni, yang menyatakan, “gejala-gejala obsesif kompulsif terdapat di sejumlah besar pasien. Diantaranya kami menemukan mereka yang sangat teliti dan mencintai detail, dan beberapa diantaranya menghabiskan waktu lama untuk mencuci, membersihkan, menghitung sesuatu, mengulang berbagai tindakan dengan cara yang membosankan dan menjengkelkan,.”
Apakah semua gejala-gejala ini kebetulan, ataukah kita dihadapkan dengan bukti ilmiah tak terbantahkan bahwa penyakit Muhammad memiliki semua karakteristik epilepsi lobus temporalis?
APAKAH MUHAMMAD SAKIT JIWA? - part 5
Paranoia:
Epilepsi lobus temporalis menyebabkan penyakit kejiwaan lain yang disebut paranoia. Paranoia adalah penyakit mental yang juga dikenal sebagai gangguan ketidakpercayaan. Singkatnya, pasien curiga secara berlebihan terhadap suatu perilaku normal, dan menganggap ada niat jahat dibaliknya yang dimaksudkan untuk melukai si pasien secara pribadi; bahwa pasien adalah sasaran suatu peristiwa dan tujuannya adalah untuk menganiaya dan menyingkirkannya; dan ada konspirasi yang direncanakan terhadapnya, dsbnya.
Situs Laha yang membahas berbagai jenis paranoia menyatakan, “Jenis paranoia yang paling menonjol adalah paranoia of persecution and suspicion dimana penderita selalu curiga orang lain berkonspirasi untuk menganiaya dan menyingkirkannya.”
Dr. Dede Korkut menyatakan dalam bukunya, “Paranoia adalah fitur umum disfungsi kepribadian yang ditemukan pada pasien OCD. Dapat dilihat adanya sikap penuh kecurigaan disertai interpretasi berlebihan terhadap suatu peristiwa hidup biasa dan motif orang lain.”
Ia juga menyatakan bahwa penyebabnya tampaknya “gangguan elektrik patofisiologis pada lobus temporal otak yang memicu gangguan persepsi, evaluasi dan penilaian.”
Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan terhadap 18 anak penderita epilepsi lobus temporalis, 16 diantaranya menunjukkan gejala-gejala paranoid yang memicu perilaku aggresif.
Ada banyak perilaku kehidupan Muhammad yang memperlihatkan bahwa ia memiliki delusi atau paranoia. Misalnya, di hari-hari terakhir hidupnya, saat ia sakit dan menjelang kematian, orang mendengar ia berkata, “O ‘Aisha, aku masih merasakan sakit dari makanan yang kumakan di Khaibar. Inilah saatnya kurasakan, Ibhar-ku terputus karena racun itu.”
Ibhar adalah pembuluh darah yang diyakini orang Arab terdapat di bagian punggung dan berhubungan dengan hati, yang bila terputus orang akan meninggal. Muhammad makan racun di Khaibar tiga tahun sebelum kematiannya, namun rasa takut akan racun ini, dan paranoia yang ia derita, membuat rasa takut tersebut terus membayanginya dan mengatakan penyakit yang menimpanya terkait dengan racun itu, walaupun jarak waktunya jauh.
Peristiwa lain yang lebih jelas memperlihatkan paranoia dan delusi Muhammad, ditemui di kisah Bani al-Nadir:
Berikut kisahnya:
Epilepsi lobus temporalis menyebabkan penyakit kejiwaan lain yang disebut paranoia. Paranoia adalah penyakit mental yang juga dikenal sebagai gangguan ketidakpercayaan. Singkatnya, pasien curiga secara berlebihan terhadap suatu perilaku normal, dan menganggap ada niat jahat dibaliknya yang dimaksudkan untuk melukai si pasien secara pribadi; bahwa pasien adalah sasaran suatu peristiwa dan tujuannya adalah untuk menganiaya dan menyingkirkannya; dan ada konspirasi yang direncanakan terhadapnya, dsbnya.
Situs Laha yang membahas berbagai jenis paranoia menyatakan, “Jenis paranoia yang paling menonjol adalah paranoia of persecution and suspicion dimana penderita selalu curiga orang lain berkonspirasi untuk menganiaya dan menyingkirkannya.”
Dr. Dede Korkut menyatakan dalam bukunya, “Paranoia adalah fitur umum disfungsi kepribadian yang ditemukan pada pasien OCD. Dapat dilihat adanya sikap penuh kecurigaan disertai interpretasi berlebihan terhadap suatu peristiwa hidup biasa dan motif orang lain.”
Ia juga menyatakan bahwa penyebabnya tampaknya “gangguan elektrik patofisiologis pada lobus temporal otak yang memicu gangguan persepsi, evaluasi dan penilaian.”
Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan terhadap 18 anak penderita epilepsi lobus temporalis, 16 diantaranya menunjukkan gejala-gejala paranoid yang memicu perilaku aggresif.
Ada banyak perilaku kehidupan Muhammad yang memperlihatkan bahwa ia memiliki delusi atau paranoia. Misalnya, di hari-hari terakhir hidupnya, saat ia sakit dan menjelang kematian, orang mendengar ia berkata, “O ‘Aisha, aku masih merasakan sakit dari makanan yang kumakan di Khaibar. Inilah saatnya kurasakan, Ibhar-ku terputus karena racun itu.”
Ibhar adalah pembuluh darah yang diyakini orang Arab terdapat di bagian punggung dan berhubungan dengan hati, yang bila terputus orang akan meninggal. Muhammad makan racun di Khaibar tiga tahun sebelum kematiannya, namun rasa takut akan racun ini, dan paranoia yang ia derita, membuat rasa takut tersebut terus membayanginya dan mengatakan penyakit yang menimpanya terkait dengan racun itu, walaupun jarak waktunya jauh.
Peristiwa lain yang lebih jelas memperlihatkan paranoia dan delusi Muhammad, ditemui di kisah Bani al-Nadir:
Berikut kisahnya:
Muhammad pergi mencari uang dari Yahudi Bani Nadir untuk pembayaran uang darah dua orang dari Bani ‘Amir, yang dibunuh oleh salah satu sahabat Muhammad bernama ‘Amru Ibn Umayya al-Dhamriy. Ketika Muhammad mencapai Bani al-Nadir, ia duduk bersandar di salah satu dinding dan menyampaikan permintaannya pada mereka. Mereka menjawab, “Ya. Abu al-Qasim, kami akan membantumu dalam permintaanmu, dimana engkau memohon bantuan kami.” Tapi, tiba-tiba Muhammad meninggalkan para sahabatnya, termasuk Abu Bakr dan Umar, dan kembali ke Medinah tanpa memberitahu mereka alasannya.
Ketika ia tidak muncul lagi, mereka kembali ke Medinah dan menemukan ia disana. Mereka bingung oleh apa yang terjadi dan bertanya padanya. Ia menjawab bahwa, saat ia sedang duduk, beberapa orang Yahudi berkonspirasi sambil berkata, “Adakah orang yang akan naik rumah ini dan melempar sebuah batu ke atasnya dan membebaskan kita darinya?” Dengan kata lain, mereka berkonspirasi untuk membunuhnya saat ia sedang duduk bersandar pada dinding. Tapi, bagaimana Muhammad tahu bahwa mereka berkonspirasi jika hal tersebut adalah rahasia diantara mereka yang tidak diketahui orang lain? Jawaban yang diberikan Muhammad adalah: Ia mendapat laporan dari langit. (Ibn Hisham, al-Sira al-Nabawiya, Amr Ijla’ Bani al-Nasir in fi sana Arba‘.)
Kisah ini memperlihatkan tanpa keraguan bahwa Muhammad tidak memiliki bukti atas tuduhannya. Konspirasi itu dirangkai oleh imajinasi yang disebabkan paranoia yang ia derita. Ia selalu curiga bahwa orang lain, terutama orang-orang Yahudi, berkonspirasi untuk membunuhnya. Jadi, saat duduk-duduk bersandar pada dinding, ia mulai menaruh kecurigaan karena penyakitnya. Selanjutnya, ia pergi meninggalkan teman-temannya tanpa sepatah katapun, dan ketika teman-temannya kembali ke Medinah, ia mengatakan pada mereka laporan tersebut datang padanya dari langit. Ibn al-Qayyim mengatakan mengenai bagian ini,
“Jibril turun dari penguasa dunia pada utusannya memberitahunya tentang apa yang akan mereka lakukan, maka ia segera pergi dan kembali ke Medina. Kemudian, ia bersiap dan pergi sendiri untuk melawan mereka dan mengepung mereka selama enam malam.” (Zad al-Mi‘ad fi Hadi Khayr al-‘Ibad 3:222.)
Penyakit mental yang diderita Muhammad adalah penyebab dibalik hasutan pada muslim untuk menyerang Bani al_Nadir. Ia mengepung mereka, mengisolasi, menebang pohon-pohon palem mereka dan membakarnya, mengusir mereka dari rumahnya, dan merampas tanah dan kekayaan mereka. Bagi muslim saat itu, bahkan hingga sekarang, cukuplah bahwa Muhammad curiga pada penghianatan mereka dan cukup bahwa Jibril yang memberitahunya; ini semua cukup menjadi pembenaran atas pembunuhan terhadap orang-orang yang hidup dengan damai di rumah kediaman mereka, mengepung dan mengusir dari tanah mereka serta menjarah harta kekayaannya.
Peristiwa lain yang jelas merupakan delusi adalah salah satu peristiwa yang dalam hadist dinyatatakan bahwa Muhammad terkena sihir sehingga ia mulai membayangkan telah melakukan sesuatu padahal tidak ia lakukan. Kita ketahui bahwa ini adalah salah satu gejala epilepsi. Tapi, Muhammad tidak menyadari bahwa ia ‘sakit,’ malah ia menuduh orang lain telah menyihirnya. Paranoia yang membuat Muhammad menuduh dan percaya bahwa orang lain yang menganiaya dan menyihirnya. Salah satu kandidat sempurna untuk ini, sudah tentu orang Yahudi. Muhammad menuduh Lubaid Ibn al-A‘sam, di salah satu periwayatan, dan juga yang lain telah berkomplot. Mari baca hadistnya:
Ketika ia tidak muncul lagi, mereka kembali ke Medinah dan menemukan ia disana. Mereka bingung oleh apa yang terjadi dan bertanya padanya. Ia menjawab bahwa, saat ia sedang duduk, beberapa orang Yahudi berkonspirasi sambil berkata, “Adakah orang yang akan naik rumah ini dan melempar sebuah batu ke atasnya dan membebaskan kita darinya?” Dengan kata lain, mereka berkonspirasi untuk membunuhnya saat ia sedang duduk bersandar pada dinding. Tapi, bagaimana Muhammad tahu bahwa mereka berkonspirasi jika hal tersebut adalah rahasia diantara mereka yang tidak diketahui orang lain? Jawaban yang diberikan Muhammad adalah: Ia mendapat laporan dari langit. (Ibn Hisham, al-Sira al-Nabawiya, Amr Ijla’ Bani al-Nasir in fi sana Arba‘.)
Kisah ini memperlihatkan tanpa keraguan bahwa Muhammad tidak memiliki bukti atas tuduhannya. Konspirasi itu dirangkai oleh imajinasi yang disebabkan paranoia yang ia derita. Ia selalu curiga bahwa orang lain, terutama orang-orang Yahudi, berkonspirasi untuk membunuhnya. Jadi, saat duduk-duduk bersandar pada dinding, ia mulai menaruh kecurigaan karena penyakitnya. Selanjutnya, ia pergi meninggalkan teman-temannya tanpa sepatah katapun, dan ketika teman-temannya kembali ke Medinah, ia mengatakan pada mereka laporan tersebut datang padanya dari langit. Ibn al-Qayyim mengatakan mengenai bagian ini,
“Jibril turun dari penguasa dunia pada utusannya memberitahunya tentang apa yang akan mereka lakukan, maka ia segera pergi dan kembali ke Medina. Kemudian, ia bersiap dan pergi sendiri untuk melawan mereka dan mengepung mereka selama enam malam.” (Zad al-Mi‘ad fi Hadi Khayr al-‘Ibad 3:222.)
Penyakit mental yang diderita Muhammad adalah penyebab dibalik hasutan pada muslim untuk menyerang Bani al_Nadir. Ia mengepung mereka, mengisolasi, menebang pohon-pohon palem mereka dan membakarnya, mengusir mereka dari rumahnya, dan merampas tanah dan kekayaan mereka. Bagi muslim saat itu, bahkan hingga sekarang, cukuplah bahwa Muhammad curiga pada penghianatan mereka dan cukup bahwa Jibril yang memberitahunya; ini semua cukup menjadi pembenaran atas pembunuhan terhadap orang-orang yang hidup dengan damai di rumah kediaman mereka, mengepung dan mengusir dari tanah mereka serta menjarah harta kekayaannya.
Peristiwa lain yang jelas merupakan delusi adalah salah satu peristiwa yang dalam hadist dinyatatakan bahwa Muhammad terkena sihir sehingga ia mulai membayangkan telah melakukan sesuatu padahal tidak ia lakukan. Kita ketahui bahwa ini adalah salah satu gejala epilepsi. Tapi, Muhammad tidak menyadari bahwa ia ‘sakit,’ malah ia menuduh orang lain telah menyihirnya. Paranoia yang membuat Muhammad menuduh dan percaya bahwa orang lain yang menganiaya dan menyihirnya. Salah satu kandidat sempurna untuk ini, sudah tentu orang Yahudi. Muhammad menuduh Lubaid Ibn al-A‘sam, di salah satu periwayatan, dan juga yang lain telah berkomplot. Mari baca hadistnya:
Diriwayatkan 'Aisha:Sihir bekerja pada Nabi sehingga ia mulai berkhayal kalau ia melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ia lakukan [So, ia ‘sakit’]. Suatu hari ia memohon (Allah) selama jangka waktu panjang dan kemudian berkata, “Aku merasa bahwa Allah telah menginspirasi bagaimana mengobati diriku [Ini berarti ia tidak memiliki bukti, dan lagi-lagi ia berkata bahwa Allah memperlihatkan rahasia penyakitnya dan bagaimana agar bisa sembuh. Mari lanjutkan hadistnya]. Dua orang datang padaku (dalam mimpiku) dan duduk, satu di dekat kepala dan satu lagi di dekat kakiku. Salah satunya bertanya pada yang lain, “Apa penyakit orang ini?” [maksudnya apa penyebab sakit Muhammad?] Yang lain menjawab, ‘Ia terkena sihir’ Yang pertama bertanya, ‘Benda apa yang ia gunakan?’ Yang lain menjawab, ‘Sebuah sisir, rambut yang menempel di sisir itu, dan kulit luar serbuk sari kurma jantan.’ Yang pertama bertanya, ‘Dimana?’ Yang lain menjawab, ‘Di sumur Dharwan.’ Maka Nabi pergi ke sumur itu dan kemudian kembali dan berkata padaku, “Pohon kurmanya (yang berada di dekat sumur) seperti kepala-kepala setan.” [Muhammad tidak memiliki bukti kata-katanya benar sehingga mengatakan bahwa pohon palem di dekat sumur terlihat seakan kepala-kepala setan. Dalam pemikirannya hal ini memperlihatkan kebenaran klaimnya.] Aku bertanya [Aisha bertanya pada Muhammad], “Apakah engkau mengambil barang-barang yang membuat sihir itu bekerja?” Ia berkata, “Tidak, [berarti tidak ada bukti fisik] karena aku telah disembuhkan Allah dan aku khawatir hal itu akan menyebarkan kejahatan diantara orang-orang.” [pembenarannya atas ketidakmampuannya menghadirkan bukti dengan mengatakan ia tidak ingin menyebarkan kejahatan pada orang-orang]. Kemudian hari, sumur tersebut ditimbuni tanah [ia menyuruh sumur tersebut ditimbuni] ”
(Sahih al-Bukhari Volume 4, Book 54, Number 490.)
Karena obsesi Muhammad, orang yang tidak bersalah dituduh telah menyihirnya dan sebuah sumur ditimbuni, semua ini karena Muhammad takut pada Yahudi. Ketakutan yang berasal dari penyakit mentalnya bukanlah ketakutan yang dapat dibenarkan. Keseluruhan cerita hanya ada dalam pikirannya, tanpa bukti yang membenarkan tuduhannya terhadap Lubaid In al-‘Amas. Peristiwa ini secara jelas memperlihatkan kasus paranoia yang diderita Muhammad akibat epilepsinya.
Contoh terakhir yang akan kita bahas terkait paranoia adalah apa yang terjadi pada Muhammad menjelang saat kematiannya, ketika ia merasa pusing:
Hadist diriwayatkan dari Aisha, “kami (bermaksud menuang) obat ke dalam mulut Rasullullah (saw) saat ia sakit, tapi ia menunjukkan (dengan isyarat tangan) agar obat tidak dituang ke mulut karena ia tidak menghendakinya. Kami berkata: (Itu mungkin karena secara alamiah) keengganan pasien terhadap obat. Ketika ia pulih [Arab: bangun], ia berkata: ‘Obat harus dituang ke mulut kalian semua kecuali Ibn ‘Abbas, karena ia tidak ada diantara kalian..”
(Sahih Muslim Book 026, Number 5486.)
Gambarannya jelas. Muhammad tidak mempercayai mereka yang ada di sekitarnya dan takut mereka mencampur sesuatu dalam obatnya, sehingga memberi isyarat agar mereka tidak memberinya obat tersebut. Namun, mereka tetap memberikan obat itu padanya. Ketika ia bangun, ia memberi obat itu pada semua yang ada agar yakin mereka tidak mencampur racun apapun di dalamnya. Apakah ini pemikiran manusia normal? Ataukah yang delusional?Ini suatu contoh lagi yang menegaskan paranoia yang diderita Muhammad.
part 5: https://www.facebook.com/notes/novie-christina/apakah-muhammad-sakit-jiwa-part-5/669702099803498
APAKAH MUHAMMAD SAKIT JIWA? - part 6
Narsisme:
Dr. Ali Sina menegaskan dalam bukunya “Understanding Muhammad,” bahwa Muhammad memiliki dua penyakit utama dan satu penyakit sekunder. Salah satu penyakit utamanya adalah neurologis sementara lainnya psikologis. Neurologis, yakni epilepsi lobus temporalisyang telah kita bahas sebelumnya. Psikologis, yaitu narsisme. Kehidupan Muhammad beserta biografinya tak terpisahkan dari dua hal ini.
Narsisme bisa berhubungan dengan epilepsi, terutama bila kita mengetahui bahwa epilepsi dalam beberapa kasus mengarah ke megalomania.
Dr. Dede Korkut menyatakan, “Banyak pribadi paranoid memiliki keinginan yang muluk, hingga ke titik dimana mereka merasa sebagai orang-orang yang istimewa walau kenyataannya bukan. Mereka menciptakan ide-ide aneh karena pemikiran paranoidnya.”
Muhammad, misalnya, mengklaim bahwa semua jenis kekerabatan dari garis keturunan atau perkawinan akan terputus pada hari kiamat, kecuali garis kekerabatan dan pernikahannya: ia merupakan pengecualian. Ia menyatakan, “Semua jenis kekerabatan, di hari kiamat, akan terputus, kecuali garis keturunan, pertalian dan pernikahanku.” (Al-Bayhaqi, al-Sunan al-Kubra, Bab al-Ansab kuluha Munqati‘a yawm al-Qiyama Ila Nasabahu.)
Dr. Korkut melanjutkan analisanya mengenai megalomania, yang merupakan salah satu penyakit yang ditemui diantara pasien penderita epilepsi lobus temporalis, dengan menyatakan, “Pasien, yang dalam kehidupan nyata merupakan pribadi yang tidak menonjol kehidupan sosialnya, akan mencoba mengcounter persepsi dari kehidupan nyata ini dengan menciptakan suatu peran hebat bagi dirinya sendiri.” Inilah yang terjadi pada Muhammad.Muhammad hanyalah seorang anak yatim piatu sakit yang mencoba mengatasi fakta kehidupannya dengan menjadi nabi terbesar di dunia.
Kita kembali ke kepribadian narsis yang Dr. Ali Sina tegaskan pada kita dimana Muhammad adalah contoh sempurna kepribadian ini. Pertama-tama, apakah narsisme itu?
Dalam mitologi Yunani dikisahkan bahwa Narcissus adalah seorang yang sangat tampan, putra dewa sungai Cephissus, dan peri Liriope meramalkan umur panjang baginya selama ia tidak melihat dirinya sendiri. Namun, suatu hari para dewa menjadi marah pada Narcissus karena penolakannya untuk mencintai salah satu peri. Ia terpikat pergi ke sebuah mata air dimana ia melihat bayangannya sendiri dan jatuh cinta pada bayangan itu. Ia terpikat sepenuhnya pada bayangannya yang menyebabkan kematiannya. Ketika ia meninggal, sekuntum bunga tumbuh di atas tempat ia berada, dikenal sebagai “Narcissus Flower.” Psikologi modern menyebut orang yang jatuh cinta pada dirinya sendiri ‘narsis.’
Menurut Encyclopedia Britannica, narsisme adalah “Gangguan mental yang ditandai dengan absorpsi diri yang ekstrim, perasaan kepentingan diri yang berlebihan, serta kebutuhan akan perhatian dan kekaguman dari orang lain.”
Diantara berbagai karakteristik yang ada pada pasien narsis adalah: ia berpikir bahwa ia merupakan pusat dari seluruh alam semesta; bahwa ia istimewa, berbeda dari orang lain. Dr. Ali Sina menyebutkan, karena Muhammad menganggap dirinya ciptaan yang terbaik, karakteristik ini teraplikasi dengan sempurna padanya. Ada banyak hadist mengenai hal ini:
Muhammad berkata, “Aku, Muhammad Ibn ‘Abdallah Ibn ‘Abd al-Muttalib, Tuhan menciptakan ciptaannya dan membuat diriku yang terbaik dari ciptaannya. Ia membagi mereka menjadi dua kelompok dan membuat diriku dari kelompok terbaik. Ia menciptakan suku-suku dan membuatku dari suku terbaik. Ia membuat mereka menjadi rumahtangga dan membuat diriku dari rumahtangga terbaik. Maka, aku lebih baik darimu dalam rumahtangga dan lebih baik darimu sebagai satu jiwa.”
(Musnad Ahmad.)
“Akulah penguasa [atau pemimpin] orang-orang di Hari Kiamat.”
(Sahih al-Bukhari, Kitab al-Anbiya’)
“Aku akan menjadi yang paling unggul diantara keturunan Adam di Hari Kiamat, dan akan menjadi pemberi syafaat pertama dan yang pertama diterima syafaatnya (oleh Allah).”
(Sahih Muslim Book 030, Number 5655.)
“Aku Muhammad, aku Ahmad, aku al-Mahi melalui siapa Allah menghapus ketidakpercayaan, dan aku Hashir (sang pengumpul) yang pada kakinya orang-orang akan dikumpulkan dan aku ‘Aqib (yang setelahnya tidak akan ada lagi)..”
(Sahih Muslim Book 030, Number 5811.)
Muhammad tahu bahwa ia hanyalah manusia, tapi ia percaya bahwa ialah segalanya, tak seorangpun bisa melampauinya, dan ia adalah yang maha tahu, itulah sebabnya ia sering berkata pada para pengikutnya, “Allah dan rasulnya adalah yang maha tahu,” ia yang lebih mulia, lebih sempurna. Semua ucapan ini mencirikan pasien narsistik.
Pasien, yang mengidap narsisme, menganggap dirinya berada di atas segala hukum. Ia adalah pengecualian, sehingga ia harus mendapat prioritas dan preferensi. Maka, Muhammad menciptakan sosok Allah, yang dalam realitas merefleksikan gambaran narsisis, dan pada gilirannya merefleksikan gangguan psikologis Muhammad.
Allah, dalam opininya, melakukan apa yang ia kehendaki tanpa batasan, dan tidak seorangpun boleh mempertanyakan ‘verily thy Lord doth what He chooseth.” (Surah 11.107; terjemahan Rodwell), “But glory be to God, the Lord of the throne, beyond what they utter! He shall not be asked of his doings, but they shall be asked.” (Surah 21.22-23; terjemahan Rodwell).
Karena ia Tuhan, ia punya hak menyesatkan atau memberi petunjuk siapapun yang ia kehendaki, “Verily God misleadeth whom He will, and guideth whom He will.” (Surah 35.8; terjemahan Rodwell). Ia punya hak memerintahkan orang-orang untuk berbuat jahat dan selanjutnya menemukan alasan untuk menghancurkan mereka “And when we desired to destroy a city we bade the opulent ones thereof; and they wrought abomination therein; and its due sentence was pronounced; and we destroyed it with utter destruction.” (Surah 17.16; terjemahan Palmer).
Ada sedemikian banyak ayat, semuanya merefleksikan kepribadian narsistik yang tidak terikat oleh aturan-aturan [nya/mereka]. Bahkan hingga saat inipun, contohnya, Muslim meyakini bahwa Muhammad diperbolehkan melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan bagi mereka, karena ia lebih baik, ia adalah pengecualian, dan ia berada di atas syariah dan segala aturan hukum. Ia menikahi perempuan lebih banyak dari mereka semua, ia melarang istri-istrinya menikah lagi setelah kematiannya, ia memperbolehkan perempuan manapun menawarkan diri padanya, ia mengambil seperlima harta jarahan, ia yang paling terkemuka dari semuanya.
Semua penderita narsisme atau penyakit cinta diri sendiri, berlindung di balik alasan tertentu.Hitler berlindung di balik Nazisme, beralasan ia membela ras Arya. Ia menciptakan alasan itu untuk menyembunyikan ambisi narsis di baliknya. Demikian juga Muhammad, memanfaatkan kesempatan dan berlindung di balik nama Allah, mengklaim bahwa ia berperang demi agama sambil menyembunyikan ambisi pribadinya.
Penderita narsisis menuntut ketaatan penuh. Jika ia tidak bisa mendapatkannya, setidaknya ia akan membuatmu takut padanya. Celakalah mereka yang menolaknya. Jika seorang narsisis merasakan penolakan dari orang lain, ia akan mencari jalan untuk menghancurkannya.
Dr. Abbas Sadeghian menjelaskan kebencian Muhammad dan bagaimana ia membunuh mereka yang menolak kenabiannya atau meremehkannya:
Hasrat Muhammad untuk menghancurkan mereka yang menolaknya tidak terhenti pada kehancuran mereka, ia bahkan akan bersukacita dan merasa puas atas kematian mereka. Kita membaca, saat ia membunuh kaumnya di perang Badr, ia memerintahkan mereka semua dilempar ke dalam sumur dan tidak dikuburkan sebagaimana orang-orang normal dimakamkan. Di tengah malam, ia pergi ke sumur tersebut, mereka sasarannya, dan ia menyerukan setiap nama, “Wahai family Qaleeb (sumur), Wahai ‘Utba Ibn Rabi‘a, Wahai Shayba Ibn Rabi‘a, Wahai Umayya Ibn Khalaf, Wahai Abu jahl Ibn Hisham.” Ia menyebut semua diantara mereka di Qaleeb [dan bertanya] ‘Apakah kalian temukan apa yang tuhan kalian janjikan itu benar?’” (Ibn Hisham, Al-Sira al-Nabawiya 3.85.)
Ketika para anggota gerombolan melihatnya, mereka menegurnya sambil berkata, ‘Apakah kau berseru pada orang-orang menjadi mayat yang membusuk?’ Ia menjawab ‘Kalian tidak mendengarku lebih baik (dibanding mereka), hanya saja mereka tidak bisa menjawabku”. Baiklah, jika mereka tidak bisa menjawab, lantas mengapa ia bicara pada mereka? Apa yang mendorongnya pergi ke sumur di tengah malam untuk bicara pada orang mati? Bukankah ini menunjukkan ini orang yang ‘sakit’? Bukankah ini menunjukkan bahwa ia ingin merasakan kepuasan dan menikmati kehancuran musuh-musuhnya? Setelah kisah, sirah menyebutkan alasan rasa haus akan pembalasan dendam ini ketika ia [Muhammad] berkata, “Kalian adalah kerabat terburuk nabimu: kalian menyebutku pembohong tapi orang-orang percaya padaku; kalian mengusirku tapi orang-orang menampungku; kalian menyerangku tapi orang-orang mendukungku.’” (Ibn Hisham, Al-Sira al-Nabawiya 3.86.)
Narsisme:
Dr. Ali Sina menegaskan dalam bukunya “Understanding Muhammad,” bahwa Muhammad memiliki dua penyakit utama dan satu penyakit sekunder. Salah satu penyakit utamanya adalah neurologis sementara lainnya psikologis. Neurologis, yakni epilepsi lobus temporalisyang telah kita bahas sebelumnya. Psikologis, yaitu narsisme. Kehidupan Muhammad beserta biografinya tak terpisahkan dari dua hal ini.
Narsisme bisa berhubungan dengan epilepsi, terutama bila kita mengetahui bahwa epilepsi dalam beberapa kasus mengarah ke megalomania.
Dr. Dede Korkut menyatakan, “Banyak pribadi paranoid memiliki keinginan yang muluk, hingga ke titik dimana mereka merasa sebagai orang-orang yang istimewa walau kenyataannya bukan. Mereka menciptakan ide-ide aneh karena pemikiran paranoidnya.”
Dr. Korkut melanjutkan analisanya mengenai megalomania, yang merupakan salah satu penyakit yang ditemui diantara pasien penderita epilepsi lobus temporalis, dengan menyatakan, “Pasien, yang dalam kehidupan nyata merupakan pribadi yang tidak menonjol kehidupan sosialnya, akan mencoba mengcounter persepsi dari kehidupan nyata ini dengan menciptakan suatu peran hebat bagi dirinya sendiri.” Inilah yang terjadi pada Muhammad.Muhammad hanyalah seorang anak yatim piatu sakit yang mencoba mengatasi fakta kehidupannya dengan menjadi nabi terbesar di dunia.
Kita kembali ke kepribadian narsis yang Dr. Ali Sina tegaskan pada kita dimana Muhammad adalah contoh sempurna kepribadian ini. Pertama-tama, apakah narsisme itu?
Dalam mitologi Yunani dikisahkan bahwa Narcissus adalah seorang yang sangat tampan, putra dewa sungai Cephissus, dan peri Liriope meramalkan umur panjang baginya selama ia tidak melihat dirinya sendiri. Namun, suatu hari para dewa menjadi marah pada Narcissus karena penolakannya untuk mencintai salah satu peri. Ia terpikat pergi ke sebuah mata air dimana ia melihat bayangannya sendiri dan jatuh cinta pada bayangan itu. Ia terpikat sepenuhnya pada bayangannya yang menyebabkan kematiannya. Ketika ia meninggal, sekuntum bunga tumbuh di atas tempat ia berada, dikenal sebagai “Narcissus Flower.” Psikologi modern menyebut orang yang jatuh cinta pada dirinya sendiri ‘narsis.’
Menurut Encyclopedia Britannica, narsisme adalah “Gangguan mental yang ditandai dengan absorpsi diri yang ekstrim, perasaan kepentingan diri yang berlebihan, serta kebutuhan akan perhatian dan kekaguman dari orang lain.”
Diantara berbagai karakteristik yang ada pada pasien narsis adalah: ia berpikir bahwa ia merupakan pusat dari seluruh alam semesta; bahwa ia istimewa, berbeda dari orang lain. Dr. Ali Sina menyebutkan, karena Muhammad menganggap dirinya ciptaan yang terbaik, karakteristik ini teraplikasi dengan sempurna padanya. Ada banyak hadist mengenai hal ini:
Muhammad berkata, “Aku, Muhammad Ibn ‘Abdallah Ibn ‘Abd al-Muttalib, Tuhan menciptakan ciptaannya dan membuat diriku yang terbaik dari ciptaannya. Ia membagi mereka menjadi dua kelompok dan membuat diriku dari kelompok terbaik. Ia menciptakan suku-suku dan membuatku dari suku terbaik. Ia membuat mereka menjadi rumahtangga dan membuat diriku dari rumahtangga terbaik. Maka, aku lebih baik darimu dalam rumahtangga dan lebih baik darimu sebagai satu jiwa.”
(Musnad Ahmad.)
“Akulah penguasa [atau pemimpin] orang-orang di Hari Kiamat.”
(Sahih al-Bukhari, Kitab al-Anbiya’)
“Aku akan menjadi yang paling unggul diantara keturunan Adam di Hari Kiamat, dan akan menjadi pemberi syafaat pertama dan yang pertama diterima syafaatnya (oleh Allah).”
(Sahih Muslim Book 030, Number 5655.)
“Aku Muhammad, aku Ahmad, aku al-Mahi melalui siapa Allah menghapus ketidakpercayaan, dan aku Hashir (sang pengumpul) yang pada kakinya orang-orang akan dikumpulkan dan aku ‘Aqib (yang setelahnya tidak akan ada lagi)..”
(Sahih Muslim Book 030, Number 5811.)
Muhammad tahu bahwa ia hanyalah manusia, tapi ia percaya bahwa ialah segalanya, tak seorangpun bisa melampauinya, dan ia adalah yang maha tahu, itulah sebabnya ia sering berkata pada para pengikutnya, “Allah dan rasulnya adalah yang maha tahu,” ia yang lebih mulia, lebih sempurna. Semua ucapan ini mencirikan pasien narsistik.
Pasien, yang mengidap narsisme, menganggap dirinya berada di atas segala hukum. Ia adalah pengecualian, sehingga ia harus mendapat prioritas dan preferensi. Maka, Muhammad menciptakan sosok Allah, yang dalam realitas merefleksikan gambaran narsisis, dan pada gilirannya merefleksikan gangguan psikologis Muhammad.
Allah, dalam opininya, melakukan apa yang ia kehendaki tanpa batasan, dan tidak seorangpun boleh mempertanyakan ‘verily thy Lord doth what He chooseth.” (Surah 11.107; terjemahan Rodwell), “But glory be to God, the Lord of the throne, beyond what they utter! He shall not be asked of his doings, but they shall be asked.” (Surah 21.22-23; terjemahan Rodwell).
Karena ia Tuhan, ia punya hak menyesatkan atau memberi petunjuk siapapun yang ia kehendaki, “Verily God misleadeth whom He will, and guideth whom He will.” (Surah 35.8; terjemahan Rodwell). Ia punya hak memerintahkan orang-orang untuk berbuat jahat dan selanjutnya menemukan alasan untuk menghancurkan mereka “And when we desired to destroy a city we bade the opulent ones thereof; and they wrought abomination therein; and its due sentence was pronounced; and we destroyed it with utter destruction.” (Surah 17.16; terjemahan Palmer).
Ada sedemikian banyak ayat, semuanya merefleksikan kepribadian narsistik yang tidak terikat oleh aturan-aturan [nya/mereka]. Bahkan hingga saat inipun, contohnya, Muslim meyakini bahwa Muhammad diperbolehkan melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan bagi mereka, karena ia lebih baik, ia adalah pengecualian, dan ia berada di atas syariah dan segala aturan hukum. Ia menikahi perempuan lebih banyak dari mereka semua, ia melarang istri-istrinya menikah lagi setelah kematiannya, ia memperbolehkan perempuan manapun menawarkan diri padanya, ia mengambil seperlima harta jarahan, ia yang paling terkemuka dari semuanya.
Semua penderita narsisme atau penyakit cinta diri sendiri, berlindung di balik alasan tertentu.Hitler berlindung di balik Nazisme, beralasan ia membela ras Arya. Ia menciptakan alasan itu untuk menyembunyikan ambisi narsis di baliknya. Demikian juga Muhammad, memanfaatkan kesempatan dan berlindung di balik nama Allah, mengklaim bahwa ia berperang demi agama sambil menyembunyikan ambisi pribadinya.
Penderita narsisis menuntut ketaatan penuh. Jika ia tidak bisa mendapatkannya, setidaknya ia akan membuatmu takut padanya. Celakalah mereka yang menolaknya. Jika seorang narsisis merasakan penolakan dari orang lain, ia akan mencari jalan untuk menghancurkannya.
Dr. Abbas Sadeghian menjelaskan kebencian Muhammad dan bagaimana ia membunuh mereka yang menolak kenabiannya atau meremehkannya:
Hasrat Muhammad untuk menghancurkan mereka yang menolaknya tidak terhenti pada kehancuran mereka, ia bahkan akan bersukacita dan merasa puas atas kematian mereka. Kita membaca, saat ia membunuh kaumnya di perang Badr, ia memerintahkan mereka semua dilempar ke dalam sumur dan tidak dikuburkan sebagaimana orang-orang normal dimakamkan. Di tengah malam, ia pergi ke sumur tersebut, mereka sasarannya, dan ia menyerukan setiap nama, “Wahai family Qaleeb (sumur), Wahai ‘Utba Ibn Rabi‘a, Wahai Shayba Ibn Rabi‘a, Wahai Umayya Ibn Khalaf, Wahai Abu jahl Ibn Hisham.” Ia menyebut semua diantara mereka di Qaleeb [dan bertanya] ‘Apakah kalian temukan apa yang tuhan kalian janjikan itu benar?’” (Ibn Hisham, Al-Sira al-Nabawiya 3.85.)
Ketika para anggota gerombolan melihatnya, mereka menegurnya sambil berkata, ‘Apakah kau berseru pada orang-orang menjadi mayat yang membusuk?’ Ia menjawab ‘Kalian tidak mendengarku lebih baik (dibanding mereka), hanya saja mereka tidak bisa menjawabku”. Baiklah, jika mereka tidak bisa menjawab, lantas mengapa ia bicara pada mereka? Apa yang mendorongnya pergi ke sumur di tengah malam untuk bicara pada orang mati? Bukankah ini menunjukkan ini orang yang ‘sakit’? Bukankah ini menunjukkan bahwa ia ingin merasakan kepuasan dan menikmati kehancuran musuh-musuhnya? Setelah kisah, sirah menyebutkan alasan rasa haus akan pembalasan dendam ini ketika ia [Muhammad] berkata, “Kalian adalah kerabat terburuk nabimu: kalian menyebutku pembohong tapi orang-orang percaya padaku; kalian mengusirku tapi orang-orang menampungku; kalian menyerangku tapi orang-orang mendukungku.’” (Ibn Hisham, Al-Sira al-Nabawiya 3.86.)
Ada sedemikian banyak ayat, semuanya merefleksikan kepribadian narsistik yang tidak terikat oleh aturan-aturan [nya/mereka]. Bahkan hingga saat inipun, contohnya, Muslim meyakini bahwa Muhammad diperbolehkan melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan bagi mereka, karena ia lebih baik, ia adalah pengecualian, dan ia berada di atas syariah dan segala aturan hukum. Ia menikahi perempuan lebih banyak dari mereka semua, ia melarang istri-istrinya menikah lagi setelah kematiannya, ia memperbolehkan perempuan manapun menawarkan diri padanya, ia mengambil seperlima harta jarahan, ia yang paling terkemuka dari semuanya.
Semua penderita narsisme atau penyakit cinta diri sendiri, berlindung di balik alasan tertentu.Hitler berlindung di balik Nazisme, beralasan ia membela ras Arya. Ia menciptakan alasan itu untuk menyembunyikan ambisi narsis di baliknya. Demikian juga Muhammad, memanfaatkan kesempatan dan berlindung di balik nama Allah, mengklaim bahwa ia berperang demi agama sambil menyembunyikan ambisi pribadinya.
Penderita narsisis menuntut ketaatan penuh. Jika ia tidak bisa mendapatkannya, setidaknya ia akan membuatmu takut padanya. Celakalah mereka yang menolaknya. Jika seorang narsisis merasakan penolakan dari orang lain, ia akan mencari jalan untuk menghancurkannya.
Dr. Abbas Sadeghian menjelaskan kebencian Muhammad dan bagaimana ia membunuh mereka yang menolak kenabiannya atau meremehkannya:
Hasrat Muhammad untuk menghancurkan mereka yang menolaknya tidak terhenti pada kehancuran mereka, ia bahkan akan bersukacita dan merasa puas atas kematian mereka. Kita membaca, saat ia membunuh kaumnya di perang Badr, ia memerintahkan mereka semua dilempar ke dalam sumur dan tidak dikuburkan sebagaimana orang-orang normal dimakamkan. Di tengah malam, ia pergi ke sumur tersebut, mereka sasarannya, dan ia menyerukan setiap nama, “Wahai family Qaleeb (sumur), Wahai ‘Utba Ibn Rabi‘a, Wahai Shayba Ibn Rabi‘a, Wahai Umayya Ibn Khalaf, Wahai Abu jahl Ibn Hisham.” Ia menyebut semua diantara mereka di Qaleeb [dan bertanya] ‘Apakah kalian temukan apa yang tuhan kalian janjikan itu benar?’” (Ibn Hisham, Al-Sira al-Nabawiya 3.85.)
Ketika para anggota gerombolan melihatnya, mereka menegurnya sambil berkata, ‘Apakah kau berseru pada orang-orang menjadi mayat yang membusuk?’ Ia menjawab ‘Kalian tidak mendengarku lebih baik (dibanding mereka), hanya saja mereka tidak bisa menjawabku”. Baiklah, jika mereka tidak bisa menjawab, lantas mengapa ia bicara pada mereka? Apa yang mendorongnya pergi ke sumur di tengah malam untuk bicara pada orang mati? Bukankah ini menunjukkan ini orang yang ‘sakit’? Bukankah ini menunjukkan bahwa ia ingin merasakan kepuasan dan menikmati kehancuran musuh-musuhnya? Setelah kisah, sirah menyebutkan alasan rasa haus akan pembalasan dendam ini ketika ia [Muhammad] berkata, “Kalian adalah kerabat terburuk nabimu: kalian menyebutku pembohong tapi orang-orang percaya padaku; kalian mengusirku tapi orang-orang menampungku; kalian menyerangku tapi orang-orang mendukungku.’” (Ibn Hisham, Al-Sira al-Nabawiya 3.86.)
APAKAH MUHAMMAD SAKIT JIWA? - part 7
Masalah ini dijelaskan oleh adanya hal aneh dalam Quran. Semua ayat yang mengatakan Muhammad orang gila adalah ayat-ayat Mekah, tak satupun diantaranya ayat-ayat Medinah. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa Muhammad tidak memiliki kekuatan saat ia di Mekah. Ia tidak dapat menghancurkan mereka yang menolaknya. Quran adalah alam bawah sadar Muhammad; di dalamnya ia membalas dendam pada mereka yang menolaknya; di dalamnya, dengan menggunakan mulut Allah, ia memberi ancaman siksaan; di dalamnya ia melampiaskan kemarahan dan perasaannya saat ditolak.
Di sisi lain, di Medinah, ketika ia berkuasa dan mampu menyerang lawan, ia tidak lagi memerlukan Quran untuk menyalurkan alam bawah sadarnya. Para pengikut yang sekarang membalaskan dendamnya, dan pedang menjadi perwakilannya. Inilah sebabnya, sebagai contoh, kita temukan surah 111 yang didedikasikan, oleh alam bawah sadarnya, untuk mengutuk pamannya Abu Lahab yang telah menghinanya. Ia mendedikasikan surah 108 oleh ‘alam bawah sadar’nya untuk menjawab al-‘As Ibn Wa’il dan mencercanya dengan julukan orang cacad. Ia juga menyisihkan sebagian surah 74 untuk mengancam al-Walin Ibn al-Maghira.
Sementara di sisi lain, kita tidak menemukan surah apapun yang merespon Ka‘b Ibn al-Ashraf karena ia (Muhammad) telah mengirim orang untuk membunuh dan menyingkirkannya, walaupun kenyataaannya Ka’b semata-mata mengungkapkan penolakannya atas Muhammad melalui ayat-ayat puitis. Kita juga tidak menemukan ayat yang merespon Um Qirfa, karena Zayd Ibn al-Harith telah ‘mengurus’nya dengan mengoyak tubuhnya menjadi dua. (Ibn Hisham, Al-Sira al-Nabawiya 4.401.) Padahal, kejahatannya semata-mata karena menolak dan menyindir Muhammad lewat puisi. Jika Muhammad memiliki kekuasaan serupa di Mekah, kita tidak akan pernah melihat, surah 111, 108 dan sebagian surah 74, misalnya, karena tidak hanya terbatas pada surah-surah ini.
Di sisi lain, di Medinah, ketika ia berkuasa dan mampu menyerang lawan, ia tidak lagi memerlukan Quran untuk menyalurkan alam bawah sadarnya. Para pengikut yang sekarang membalaskan dendamnya, dan pedang menjadi perwakilannya. Inilah sebabnya, sebagai contoh, kita temukan surah 111 yang didedikasikan, oleh alam bawah sadarnya, untuk mengutuk pamannya Abu Lahab yang telah menghinanya. Ia mendedikasikan surah 108 oleh ‘alam bawah sadar’nya untuk menjawab al-‘As Ibn Wa’il dan mencercanya dengan julukan orang cacad. Ia juga menyisihkan sebagian surah 74 untuk mengancam al-Walin Ibn al-Maghira.
Sementara di sisi lain, kita tidak menemukan surah apapun yang merespon Ka‘b Ibn al-Ashraf karena ia (Muhammad) telah mengirim orang untuk membunuh dan menyingkirkannya, walaupun kenyataaannya Ka’b semata-mata mengungkapkan penolakannya atas Muhammad melalui ayat-ayat puitis. Kita juga tidak menemukan ayat yang merespon Um Qirfa, karena Zayd Ibn al-Harith telah ‘mengurus’nya dengan mengoyak tubuhnya menjadi dua. (Ibn Hisham, Al-Sira al-Nabawiya 4.401.) Padahal, kejahatannya semata-mata karena menolak dan menyindir Muhammad lewat puisi. Jika Muhammad memiliki kekuasaan serupa di Mekah, kita tidak akan pernah melihat, surah 111, 108 dan sebagian surah 74, misalnya, karena tidak hanya terbatas pada surah-surah ini.
Ali Sina:......
Ya, Quran adalah sarana kompensasi psikologis yang ditampilkan Muhammad, khususnya pada periode Mekah. Surah 72 adalah kompensasi atas penolakan terhadap dirinya di Ta’if, seolah ia mengatakan pada mereka: karena kalian menolakku, lihatlah Jin-jin percaya padaku. Ini adalah perasaan seorang narsis yang tidak pernah mau menerima penolakan. Perjalanan Isra Mi’raj adalah kompensasi bawah sadar yang ditampilkan Muhammad setelah tahun kesedihan. Kompensasi psikologis atas permusuhan dan kesulitan yang dihadapinya dari kaum Quraysh. Dr. Sadeghian menjelaskan hal ini lebih jauh:
Dr. Sadeghian:.....
Ketika seorang narsis merasakan penolakan, ia tidak memaafkan. Inilah sebabnya mengapa Muhammad memerintahkan orang yang murtad harus dibunuh. Ia tidak memaafkan murtadin diantara para pengikut awalnya…. “di hari penaklukan Mekah. Rasullullah berkata bahwa semua akan selamat kecuali empat pria dan dua wanita. Ia berkata, ‘Bunuh mereka, sekalipun kalian menemukan bergantung pada tirai Ka’bah: ‘Ikrama Ibn Abi Jahl, ‘Abdullah Ibn Khatlin, Maqis Ibn Sababah, and ‘Abdullah Ibn Sa‘d Ibn abi Sarh.” (Al-Mustadrak Ala al-Sahihain, Kitab al-Biyu‘.)
Orang-orang ini telah menolak Muhammad dan meninggalkan kepercayaan mereka. Karena Muhammad membunuh orang-orang yang mencelanya, hingga saat inipun Muslim percaya bahwa para pencela sang rasul harus dibunuh, sementara pencela Allah bisa tidak dibunuh. Karena ia pribadi yang narsis, celaan terhadapnya sama dengan penolakan, dan penolakan padanya sepadan dengan penghancuran orang yang menolak. Ia mewariskan narsismenya pada Muslim, menjadikan Islam sebagai agama narsistik.
Dr. Ali Sina memberi kita contoh lain sifat tidak mengampuni Muhammad terhadap orang yang menolaknya, walaupun orang tersebut telah bersikap baik padanya: Abu Talib, Aminah
Narsisme Muhammad terlihat di berbagai segi kehidupannya. Dimulai dengan dakwah (misi; ajakan masuk Islam). Muhammad tidak menyerukan orang-orang pada Allah sebesar seruannya agar mereka mengakuinya sebagai utusan. Dakwah Muhammad kepada Quraysh bukanlah untuk menyembah Allah, melainkan mengakui ia sebagai rasul Allah, walau ia tidak memperlihatkan bukti apapun keberadaannya sebagai seorang utusan.
Terdapat banyak ayat-ayat Quran yang mendukung hal ini. Mari kita lihat dua diantaranya:
“Verily, we have sent you an Apostle to witness against you, even as we sent an Apostle to Pharaoh: But Pharaoh rebelled against the Apostle, and we therefore laid hold on him with a severe chastisement.”
(Surah 73.15-16; terjemahan Rodwell)
“That this is the word of an illustrious Messenger, Endued with power, having influence with the Lord of the Throne.”
(Surah 81.19-20; terjemahan Rodwell)
Narsisme Muhammad juga terlihat dalam klaim atas tindakan heroik imajiner yang tidak disaksikan atau dilihat seorangpun. Dr. Ali Sina menyebutkan mengenai Muhammad dan al-Buraq
Pribadi narsisis tidak langsung lahir dalam semalam. Sudah jelas kasus ini dimulai pada usia muda, dan jelas bahwa masa kecil Muhammad meninggalkan banyak petunjuk yang mengkonfirmasi apa yang dikemukakan Dr. Ali Sina, yaitu Muhammad memang penderita penyakit ini.
Sungguh, setelah mendengar kata-kata tersebut, saya bertanya pada diri sendiri, mengapa Aminah memberikan putranya pada Halimah al-Sa‘diyah? Muslim mencoba meyakinkan kita bahwa kebiasaan di kalangan orang Arab untuk mengambil ibu susu bagi anak mereka, dan mengirim anak-anak tersebut bersama ibu susunya untuk diperkuat, dan demikianlah Muhammad diperkuat di kalangan Bani Sa’d.
Namun, klaim ini tidak berdasar, sebagaimana yang dikatakan Dr. Ali Sina, ketika kita menyadari bahwa Khadija membesarkan sendiri ke-enam anaknya. Walaupun kaya, ia tidak mengambil ibu susu bagi anak-anaknya. Pamannya, Abu Talib, tidak mengambil ibu susu bagi Ali Ibn Abi Talib. Kakeknya, Abd al-Muttalib, tidak mengambil ibu susu bagi Hamza, yang seumuran Muhammad. Kita tidak mendengar adanya ibu susu bagi Umar Ibn al-Khattab, Abu Bakr, dan banyak para pengikutnya. Sebab itulah, klaim tersebut terlihat sekedar justifikasi atas perilaku aneh ini. Dua penyebab dikemukakan Dr. Sina bagi ibu yang mengabaikan anaknya sejak lahir. Kemungkinan salah satu merupakan alasannya: Pernikahan atau Frustasi
Hal ini mungkin penyebabnya, atau mungkin ada alasan lain. Terlepas dari itu, rasa dendam Muhammad terhadap ibunya atas penolakan yang ia alami sejak kecil, menghantuinya hingga dewasa. Muhammad berkata bahwa ia meminta tuhannya mengizinkan agar ia memohon pengampunan bagi ibunya, tapi tuhannya tidak memberikan izin. Dalam realita tuhannya tidak ada, melainkan alam bawah sadarnya yang terus merasakan penolakan ini. Ia tidak pernah mengampuni ibunya.
Ali Sina meneruskan penjelasan mengenai apa yang terjadi di masa Kanak-kanak Muhammad yang menumbuhkan kepribadian narsistik di dirinya.
Kita dihadapkan pada suatu masalah: pribadi narsistik tidak pernah memiliki kecenderungan melakukan bunuh diri. Sebaliknya, mendorong kematian orang lain. Lantas, mengapa kita temui Muhammad mencoba bunuh diri dalam salah satu hadist al-Bukhari: .. “Segera setelah kematian Waraqa, wahyu tertunda beberapa saat sehingga nabi menjadi sedih, menurut periwayatan yang sampai pada kita, ia mengalami kesedihan yang membuatnya di beberapa kesempatan ingin terjun dari puncak-puncak gunung.” (Sahih al-Bukhari, Kitab al-Ta‘bir.)
Jawaban atas ini dapat dipahami dengan menggabungkan dua penyakitnya. Muhammad menderita epilepsi lobus temporalis dan gangguan kepribadian narsisis. Penyakit pertama mendorongnya untuk melakukan bunuh diri karena rasa putus asa yang disebabkannya, namun karena kepribadian narsisnya ia tidak jadi melaksanakan bunuh diri ini. Justru, kita temukan tingkat narsisme terefleksi dalam pernyataannya: ia mendengar suara yang berkata padanya bahwa ia memang utusan Allah.. “Setiap kali ia mencapai puncak gunung untuk melemparkan diri ke bawah, Jibril akan muncul dan berkata, ‘Wahai Muhammad, kau sesungguhnya adalah utusan Allah.’ Ia akan reda dan jiwanya tenang dan ia akan pulang. Ketika wahyu tertunda lama, ia kembali melakukan hal serupa, dan ia akan mendaki puncak gunung, Jibril menampakkan diri padanya dan berkata seperti itu.” (Sahih al-Bukhari, Kitab al-Ta‘bir.)
Bagi narsisis, seluruh dunia berkisar di seputar dirinya. Ia tidak perduli pada yang lain dan tidak menghargai perasaan mereka. Segalanya demi dia dan keuntungannya. Kita banyak menemukan ini dalam Qur’an:
No one is to raise his voice above the voice of the prophet “O ye who believe! Raise not your voices above the voice of the Prophet, nor speak aloud to him in talk, as ye may speak aloud to one another, lest your deeds become vain and ye perceive not.”
(Sura 49.2; terjemahan Yusuf Ali)
Panggilan sang nabi lebih baik dari semua orang lain “Make not the calling of the messenger among you as your calling one of another.” (Sura 24.63; terjemahan Pickthall)
Istri-istri nabi tidak seperti perempuan lain “O ye wives of the Prophet! Ye are not like any other women. If ye keep your duty (to Allah), then be not soft of speech.” (Sura 33.32, terjemahan Pickthall)
Umat Islam terus memperbesar narsisme Muhammad hingga saat ini. Mereka menjadikan sacral segala sesuatu tentangnya: bau tubuhnya dalam pandangan mereka adalah aroma terbaik; tubuhnya adalah tubuh terbaik; keringatnya adalah keringat terbaik; kotorannya adalah kotoran terbaik, segala tentangnya adalah yang terbaik dari yang eksis. Adakah narsisme yang melebihi ini?
part 7: https://www.facebook.com/notes/novie-christina/apakah-muhammad-sakit-jiwa-part-7/669715446468830
No comments:
Post a Comment